RUU-HIP PERLU MELINDUNGI PANCASILA DARI KEPENTINGAN IDEOLOGI BANGSA LAIN
Di tengah derasnya arus informasi dunia yang lebih memudahkan masyarakat mengakses semua informasi dengan cepat, nilai-nilai Pancasila harus dilindungi dari kepentingan ideologi bangsa lain dan juga secara sistematis wajib dibumikan ke tengah masyarakat Indonesia. Menurut Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, kemudahan mengakses informasi secara cepat dan luas itu membuat masyarakat lebih mudah lagi mengakses segala informasi termasuk informasi tentang ideologi bangsa lain. Karena itu, kehadiran negara sangat dibutuhkan untuk melakukan pembinaan ideologi bangsanya di tengah arus globalisasi yang begitu deras.
‘’Pancasila juga perlu diketahui dan dipahami oleh anak cucu kita, dari generasi ke generasi, dari jaman ke jaman agar Pancasila dapat terus berfungsi sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itulah mengapa kita memerlukan suatu undang-undang yang menjadi payung hukum Pembinaan Ideologi Pancasila kepada rakyat dan bangsa Indonesia,’’ ujar Ahmad Basarah dalam Webinar berjudul Peran Pancasila dalam Dinamika Pembangunan Nasional , Senin (8/6/2020).
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PAN-RB) itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini juga menjelaskan, agar tujuan melindungi Pancasila dari kepentingan banyak ideologi bangsa lain itu dan membumikannya, saat ini sebuah Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP) telah menjadi Prolegnas 2020 dan akan segera dibahas oleh DPR RI bersama Pemerintah. ‘’Kita berharap RUU-HIP ini segera dibahas antara Pemerintah dan DPR serta melibatkan partisipasi publik sehingga tugas negara untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila punya landasan hukum yang kokoh.’’ tutur Ahmad Basarah.
Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan ini, bangsa Indonesia seharusnya bangga memiliki Pancasila karena falsafah yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sejak ratusan tahun silam ini. Saat berpidato di PBB pada 30 September 1960 dengan judul ‘’To Build The World A New’’ (Membangun Tata Dunia Baru), Presiden Soekarno mengkritik pendapat Bertrand Arthur William Russell, filsuf Inggris yang hidup antara 1872 – 1970, yang dalam pandangannya hanya membagi masyarakat dunia ke dalam dua golongan saja. Pertama, golongan pengikut ajaran Manifesto Komunis dan kedua golongan pengikut ajaran ‘’Declaration of Independence’’ Thomas Jeferson yang mengajarkan Liberalisme/Kapitalisme.
Di depan para pemimpin dunia saat itu, ujar Ahmad Basarah, Presiden Soekarno berkata: “Maaf Tuan Russel, meskipun kami telah mencoba menyintesiskan kedua dokumen itu tetapi kami tidak dipimpin oleh keduanya itu, kami tidak mengikuti konsepsi liberal ataupun konsepsi komunis. Apa gunanya? Dari pengalaman bangsa kami sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih sesuai dan lebih cocok dengan kepribadian bangsa kami, sesuatu itu kami beri nama Pancasila.”
Dalam webinar yang menghadirkan sejarawan LIPI Prof. Dr. Asvi Warman Adam dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Dr. Yudian Wahyudi sebagai narasumber lain itu, Ahmad Basarah dengan lugas mengatakan bahwa dari pidato Presiden Soekarno di forum dunia itu, semua elemen bangsa mestinya dapat menyimpulkan bahwa Pancasila bukanlah ideologi yang mengikuti, apalagi dipimpin, oleh ajaran ideologi komunisme maupun liberalisme. ’’Pancasila menurut Bung Karno digali dari saripati nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia yang telah hidup ratusan tahun lamanya di bumi nusantara. Jadi, buat apa kita menoleh pada ideologi
bangsa lain,’’ tanya doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini.
Sejak 18 Agustus 1945 Pancasila telah diresmikan sebagai dasar dan ideologi negara oleh para Pendiri Bangsa melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Peresmian Pancasila sebagai dasar negara itu dilakukan melalui proses pergumulan pemikiran dan batin yang panjang di antara para Pendiri Bangsa yang prosesnya dimulai dari Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPK, kemudian berkembang dalam naskah Piagam Jakarta 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan yang terdiri atas Bung Karno sebagai Ketua, dan Bung Hatta, Prof Yamin, AA. Maramis, A. Soebardjo, KH Wachid Hasyim, Agus Salim, KH Kahar Moezakkir dan R. Abikoesno Tjokrosoejoso sebagai anggota, hingga konsensus final Pancasila pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang juga diketuai oleh Bung Karno.
‘’Konsensus dasar Pancasila bangsa Indonesia itulah yang menjadi pegangan bangsa Indonesia hingga hari ini dimana keputusan kenegaraannya telah dituangkan dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 yang menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Keputusan Presiden Jokowi tersebut telah melengkapi Surat Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi,’’ jelas Ahmad Basarah.
Penulis buku ‘’Bung Karno, Islam dan Pancasila’’ itu juga menjelaskan bahwa RUU HIP harus dapat menjadi dokumen hukum yang dapat menyatukan kembali pandangan dan sikap ideologis bangsa sebagaimana konsideran menimbang Kepres Nomor 24 Tahun 2106 yang telah mengakomodasi semua pandangan dan kepentingan, terutama golongan Islam maupun golongan kebangsaan. Selain diperlukan masuknya Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme dalam konsideran mengingat RUU HIP juga perlu memasukan sumber-sumber hukum lain yang menegaskan pentingnya Pancasila dilindungi dari bahaya praktik paham liberalisme/ kapitalisme serta bahaya paham keagamaan apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
‘’Pada tanggal 7 Agustus 2003, Fraksi PDI Perjuangan MPR RI secara bulat mendukung dan menerima keputusan MPR RI untuk memutuskan pemberlakuan kembali TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Evaluasi dan Peninjauan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR sejak tahun 1960-2002,’’ tandas Ahmad Basarah.
BERTEMU MENHAN, PIMPINAN MPR RI BAHAS POKOK-POKOK HALUAN NEGARA DAN RUU HIP
Pimpinan MPR RI bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Genrindra memiliki kesamaan pandangan bahwa Pancasila tidak perlu dipertentangkan. Pancasila bukanlah untuk diperdebatkan, melainkan untuk diamalkan. Tidak ada ruang bagi ideologi lain menggantikan Pancasila. Ideologi transnasional seperti komunisme, fasisme, liberalisme, kapitalisme, maupun paham radikal mengatasnamakan agama, tak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia yang memiliki semangat gotong royong dan welas asih.
Prabowo juga menegaskan agar ke depan tidak ada lagi pertentangan mengenai Hari Lahir Pancasila yang telah ditetapkan Presiden Jokowi melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016. Keppres tersebut telah diterima bangsa Indonesia karena sudah menampung seluruh rangkaian proses pembentukan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945, lalu berkembang dalam naskah Piagam Jakarta 22 Juni 1945 hingga konsensus final 18 Agustus 1945 sebagai satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara.
"Sebagai prajurit yang memegang teguh Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI, kecintaan Pak Prabowo terhadap Indonesia tak perlu diragukan. Komitmen Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan maupun Ketua Umum Partai Gerindra, salah satu partai politik terbesar di Indonesia, dalam menjaga dan mengamalkan Pancasila, akan semakin meneguhkan kedaulatan Indonesia di antara bangsa-bangsa lainnya di dunia," ujar Bamsoet usai bertemu Prabowo Subianto, di Kantor Kementerian Pertahanan, Selasa (9/6/20).
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Syarifuddin Hasan, Zulkifli Hasan, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Sedangkan dari jajaran Kementerian Pertahanan yang hadir antara lain Penasihat Khusus Letjen TNI (purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Sekretaris Jenderal Marsdya TNI Donny Ermawan Taufanto, Inspektur Jenderal Letjen TNI Ida Bagus Purwalaksana, dan Dirjen Strategi Pertahanan Brigjen TNI Rodon Pedrason, dan Juru Bicara Dahnil Anzar Simanjuntak.
Mantan Ketua DPR RI ini menegaskan bahwa kedudukan hukum Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS /1966 masih berlaku. TAP MPRS yang ditandatangai Jenderal A.H Nasution sebagai Ketua MPRS tersebut memuat ketentuan tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
"Untuk urusan ideologi, tidak boleh ada keragu-raguan. Diperlukan ketegasan sikap, jiwa patriot, dan semangat nasionalisme yang teguh, untuk menutup pintu rapat-rapat bagi komunisme. Dalam hal ini, Kementerian Pertahanan sebagai kementerian teknis yang merancang pertahanan, beserta Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai pengguna kekuatan pertahanan, adalah bagian dari benteng perisai yang berada di garda terdepan dalam mempertahankan, menjaga dan melindungi ideologi Pancasila," tegas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan dalam pertemuan tersebut juga dibahas tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Prabowo menyampaikan bahwa dirinya sudah membentuk tim kajian untuk menelaah pasal per pasal, kalimat per kalimat yang terdapat dalam RUU HIP. Dirinya mendukung RUU HIP sejauh dimaksudkan untuk menjaga ideologi Pancasila dan memperkuat eksistensi dan wewenang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menambahkan bahwa untuk memperkokoh ideologi Pancasila dalam RUU HIP bukan hanya diperlukan masuknya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 dalam konsideran mengingat RUU HIP, tetapi harus dimasukan sumber hukum yang menegaskan pentingnya Pancasila dilindungi dari bahaya dan praktik paham liberalisme/kapitalisme serta bahaya paham keagamaan apapun yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
"Dibahas juga rencana kerja MPR RI 2019-2024 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Pak Prabowo berpandangan Indonesia perlu memiliki perencanaan strategis di bidang apapun, termasuk pertahanan. Karenanya sangat penting bagi MPR RI melakukan kajian menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara, yang menjadi pegangan bagi presiden dan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan yang berkelanjutan," pungkas Bamsoet
BAMSOET: KEGOTONG ROYONGAN PANCASILA MAMPU MENCEGAH INDONESIA SEPERTI AMERIKA, BRAZIL MAUPUN INDIA
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersyukur di tengah berbagai tantangan yang menerpa demokrasi akibat pandemi Covid-19, tingkat kepercayaan publik terhadap MPR RI terbilang masih tinggi. Bisa dilihat dari temuan survei nasional dari Lembaga Survei Indikator pada 16-18 Mei 2020 tentang Evaluasi Publik terhadap Penanganan Covid-19, Kinerja Ekonomi dan Implikasi Politiknya. TNI berada diurutan pertama 85,5 persen, kedua Presiden 82,8 persen dan ketiga Polri 79,4 persen.
“Tingkat kepecayaan publik terhadap TNI, Presiden dan Polri yang masih tinggi itulah yang menjelaskan kepada kita, mengapa Indonesia tetap teduh dan kondusif secara politik. Tidak seperti yang terjadi di beberapa negara dalam menghadapi pandemi covid-19 antara lain Brazil, India dan Amerika Serikat? Karena kita punya nilai-nilai kegotong-royongan yang terkandung dalam Pancasila,” ujar Bamsoet.
Seperti diketahui, hasil survei itu juga mengungkap terdapat perbedaan yang cukup tajam antara kepuasaan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo dengan kinerja pemerintah secara umum. Kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo masih tinggi yakni di angka 66,6%. Sementara kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah hanya 56,4%.
“Ada gap kepuasaan publik terhadap presiden dengan para pembantunya. Penyebab besarnya gap tersebut bisa jadi lantaran rakyat menilai para pembantu presiden kalah cepat dalam bertindak, dibanding presiden yang kerap kali turun ke bawah blusukan langsung ke rakyat,” ujar Bamsoet mengutip hasil lembaga survei Indikator pimpinan Burhanudin Muhtadi.
Temuan hasil survei tersebut tambah Bamsoet, hanyalah potret sesaat, bukan hasil akhir. Karenanya MPR RI berharap seluruh anggota Kabinet Indonesia maju perlu menyamakan langkah dalam mewujudkan visi dan misi presiden untuk memberikan kesejahteraan pada rakyat. Masih banyak tantangan dan pekerjaan rumah kita sebagai bangsa. Tidak hanya pemeritah. Tapi juga MPR yang perlu ditingkatkan. Salah satunya memasifkan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI secara virtual sebagai jalan keluar atas pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti bangsa kita," ujar Bamsoet saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar Empat Pilar MPR RI secara virtual kepada kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (11/6/20).
Turut hadir Wakil Sekjen PB HMI Aidil Pananrang dan Ketua Bidang Infokom PB HMI Firman Kurniawan. Sedangkan PJ Ketua Umum PB HMI Arya Kharisma Hardi hadir secara dari Lampung dan ratusan kader HMI lainnya mengikuti secara virtual dari daerah masing-masing.
Bamsoet yang semasa kuliah merupakan aktifis HMI dan kini menjabat Dewan Pakar KAHMI ini mengungkapkan, sejak awal lahir dari alam Yunani kuno, demokrasi selalu dihadapkan para besarnya kekuatan oligarki yang tak senang melihat rakyat turut serta mengawasi jalannya pemerintahan. Kini, demokrasi juga dihadapkan pada tantangan baru berupa bencana non alam, seperti pandemi Covid-19 yang mengganggu tatanan kehidupan sosial.
"Lembaga Internasional untuk Demokrasi dan Pendampingan Pemilu (International IDEA) mencatat hingga April 2020, akibat pandemi Covid-19 sebanyak 47 negara, termasuk Indonesia, terpaksa menunda tahapan pemilihan umum. Misalnya, Inggris Raya menunda pemilihan lokal yang seharusnya dilakukan pada Mei 2020, Italia menunda referendum pengurangan anggota parlemen 29 Maret 2020, Bolivia menunda pemilihan presiden 3 Mei 2020, serta Indonesia menunda pemilihan walikota/bupati 23 September 2020," papar Bamsoet.
Mantan Ketua DPR RI ini menilai, pandemi Covid-19 telah menjadi momen penting bagi setiap negara bangsa mencari solusi efektif meningkatkan demokrasi disaat situasi sosial tidak berlangsung normal. Karena tak menutup kemungkinan setelah pandemi Covid-19 selesai, di masa depan bisa jadi akan datang pandemi lainnya.
"Masa depan demokrasi Indonesia berada di tangan 64,19 juta jiwa kaum mudanya. Karena itulah, kaum muda tak boleh antipati terhadap politik. Kehidupan politiklah yang akhirnya paling menentukan mau dibawa kemana arah bangsa dan negara. Semakin kuat atau justru semakin hancur berantakan kondisi bangsa, ditentukan kualitas kaum mudanya," tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, atas dasar itulah MPR RI sejak tahun 2014 menjalankan fungsi sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada berbagai kalangan, utamanya kaum muda. Agar benang merah perjalanan dan nilai luhur budaya bangsa tak terputus di tengah jalan. Sekaligus sebagai bekal bagi generasi muda agar jika kelak menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional, mereka bisa menjaga demokrasi, serta menjaga masa depan dan kedaulatan Indonesia.
"Demokrasi Indonesia, sebagaimana diwariskan para pendiri bangsa seperti Bung Karno dan Bung Hatta, bukanlah demokrasi liberal ala Barat yang hanya menguntungkan kaum borjuis sehingga menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang berpusat pada Gotong Royong dan bertumpu pada keadilan sosial. Serta memberikan kesempatan kepada siapapun terlibat dalam pemerintahan, memberikan kepada siapapun untuk makmur bersama," pungkas Bamsoet.
0 Response to "RUU-HIP PERLU MELINDUNGI PANCASILA DARI KEPENTINGAN IDEOLOGI BANGSA LAIN"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak