Ada Apa Dengan RUU HIP ???
Masyarakat Endus Upaya Terselubung Eks PKI di RUU HIP
Pimpinan Pusat GP Ansor memberikan beberapa catatan terkait draf Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Salah satunya, ada kesan di tengah masyarakat bahwa RUU HIP adalah upaya terselubung eks PKI dan kelompoknya untuk melakukan balas dendam sejarah yang menimpa mereka.
“Sejarah tidak boleh terulang ketiga kalinya. Cukup. Lebih baik DPR ikut fokus dalam penanganan dan penanggulangan pandemi corona dulu,” kata Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, di Jakarta, Rabu (10/6).
Maka itu, dia lalu meminta DPR berpikir matang terkait rencana pembahasan RUU HIP meski telah masuk dalam program legislassi prioritas tahun 2020-2024. Draf RUU HIP masih memerlukan banyak pendalaman, dialog, dan masukan dari berbagai kalangan, katanya..
Pendalaman itu tidak boleh dilakukan secara serampangan karena muara RUU itu diharapkan menjadi pedoman kuat bagi penyelenggara negara. Terlebih lagi RUU itu menyangkut segala sendi kehidupan rakyat Indonesia yakni politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.
GP Ansor memberikan beberapa catatan terkait RUU tersebut. Pertama, RUU itu belum mencantumkan secara jelas Tap MPRS XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), pernyataan Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI Bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Kedua, konsideran RUU HIP tidak menyertakan Perppu No.2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menjadi landasan hukum pembubaran ideologi transnasional.
Ketiga, secara umum batang tubuh RUU HIP justru berupaya melakukan sekulersasi Pancasila. Padahal, inti dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar itu maka kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, bisa ditegakkan, bukan sebaliknya bahkan dicantumkan agama, rohani, dan budaya dalam satu baris.
“Hal ini mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan ssila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,” ucap Yaqut.
Mantan Jurubicara Hizbut Tahrir (HTI) Ismail Yusanto menilai salah satu masalah yang paling mendasar dalam draf Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) adalah meminggirkan agama. Seperti halanya di Pasal 12 ayat 3 RUU tersebut.
“Dari sekian masalah yang ada dalam RUU HIP, ada satu masalah yang sangat mendasar yang kita rumuskan, meminggirkan agama dan meng-agama-akan Pancasila. Hal itu kita bisa lihat di pasal 12 ayat 3,” kata Ismail dalam dialog virtual di Jakarta, Selasa (9/6).
RUU HIP Dinilai Terlalu Jauh Masuk ke Ranah Keimanan
Ismail menilai RUU HIP terlalu jauh masuk ke ranah keimanan, bahkan melecehkan kekuasaan Tuhan. Ini karena dalam pasal itu disebutkan ciri manusia pancasila yang beriman dan bertakwa itu harus menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi, ukuran keimanan dan ketakwaan harus didasarkan pada otoritas dan standar pendapat manusia.
“Ciri-ciri manusia Pancasila disebutkan bahwa dia itu beriman dan bertakwa, sampai di sini kita mungkin akan mengatakan, oke fine. Tapi lanjutannya itu yang membuat dahi kita berkerut, karena disebut ciri manusia pancasila itu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,” ucap dia.
Menurut dia, hal itu menjadi persoalan besar karena kosa kata iman dan takwa berasal dari terminologi Islam. Jadi, seharusnya dalam memaknai dua kata itu harus memakai definisi Islam yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan hadits.
“Jadi ketika mengatakan iman takwa, maka kita memakai pengertian menurut Islam, dengan sumber Islam. Ketika konstruksi ini tidak diapakai, lalu dibawa ke konstruksi kepada yang berbeda sama sekali dengan Islam, maka pertanyaannya ini apa kalau bukan meminggirkan agama? Ketika takwa dikatakan berdasarkan dasar kemanusiaan itu artinya secara telak agama ini hendak dibawa ke sesuatu yang bukan bersumber dari agama. Lafalnya diambil tapi agamaya disingkirkan,” ucap dia.
Ismail menyebut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab itu bukan dasar agama. Dari situ ia menyimpulkan bahwa RUU HIP meminggirkan agama dan meng-agama-kan pancasila.
“Kalau menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab itu dasar apa? Itu pasti bukan dasar agama. Di situlah kita melihat ada upaya peminggiran agama, dan sekaligus kemudian ketika dikatakan kemanusiaan yang adil dan beradab itu adalah sila dari Pancasila, kemudian dijadikan dasar dalam iman dan takwa, berarti Pancasila hendak dijadikan sebagai agama. Meng-agama-kan Pancasila,” ucap dia.
RUU HIP, Pancasila Cuma Alat Legitimasi Kekuasaan
Pakar Hukum Tata Negara, Profesof Suteki, menilai keberadaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) hanya akan mereduksi maupun mendistorisi nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pancasila sebagai filosofi bernegara tidak bisa diturunkan derajatnya sekelas Undang-Undang.
“Pancasila itu dasar filsafat negara. Ketika ini kemudian dipositifkan menjadi peraturan perundang-undangan maka akan men-downgrate keluhuran pancasila itu menjadi suatu peraturan positif yang lebih operasional. Nah berbahaya karena bisa jadi ketika nanti sudah menjadi peraturan perundang-undangan bisa dipakai oleh rezim yang sedang berkuasa sebagai alat legitimasi kekuasaan,” kata Prof Suteki melalui diskusi daring di Jakarta, Selasa (9/6).
Prof Suteki mengatakan, RUU HIP itu mirip dengan Tap MPR No.2/1978 tentang pedoman dan penghayatan pancasila. Namun Tap MPR itu sudah dicabut melalui Tap MPR No.18/1998 setelah mendapat kritikan keras dari berbagai elemen masyarakat. Tap MPR nomor 18 itu menegaskan bahwa pancasila yang dimaksud alam pembukaan UUD 45 adalah berkedudukan sebagai dasar negara.
Dia juga membantah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut RUU HIP untuk memperkuat ideologi pancasila. Menurut Suteki, ideologi sejak awal sudah kuat karena diletakan sebagai dasar negara dalam UUD 45.
“Kalau pemerintah mau menjalankan negara dengan baik, ya lihat itu UUD 45. Sudah ada kita punya konstitusi itu,” ucapnya.
Terkait hal ini, DPR menyepakati RUU HIP menjadi RUU inisiatif DPR RI. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna pada Selasa (12/5). RUU itu sudah masuk ke dalam program legislassi nasional (Prolegnas) 2020-2024.
Habib Rizieq Kritik Kata Keadilan Sosial dan Mental Spiritual dalam RUU HIP, Ada Apa?
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS), menyoroti redaksi kalimat atau kata dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yaitu kata keadilan sosial dan mental spiritual.
Di balik istilah yang digunakan, ada kecurigaan atau kerawanan RUU HIP disusupi ideologi PKI. Susupan ideologi itu termaktub dalam Pasal 5 ayat 1 dalam draf RUU tersebut.
“Jadi, tidak berlebihan jika saya katakan RUU HIP telah kemasukan ideologi PKI,” kata Habib Rizieq dalam dialog virtual ‘Umat Islam Menggugat RUU Haluan Ideologi Pancasila’ melalui kanal Youtube Front TV, Senin malam (8/6).
Dalam RUU HIP Pasal 5 ayat 1 menyatakan, sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial. Menurut Habib Rizieq, redaksi ‘keadilan sosial’ mirip persis dengan manifesto PKI yang pernah digariskan oleh DN Aidit pada 1963. DN Aidit menyatakan bahwa urat tunjang Pancasila (sendi pokok) menurut PKI adalah keadian sosial, bukan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Ingin saya ingatkan bahwa RUU HIP secara terang-terangan mengadopsi mirip persis manifesto PKI yang pernah disebarluaskan oleh gembong PKI DN Aidit pada 1963. Padahal, dalam batang tubuh UUD 1945, pasal 29 ayat 1 dinyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sehingga sila pertama saja yang berhak dinyatakan urat tunjang Pancasila, bukan yang lain. Tafsir dari sila yang lain tidak boleh keluar dari nilai-nilai luhur dari sila pertama,” ucap dia.
Habib Rizieq juga menyoroti definisi haluan Ideologi Pancasila dalam RUU HIP yang tidak lagi meletakkan agama sebagai sesuatu yang pokok dan mendasar, tapi diganti dengan mental spiritual.
Bahkan dalam RUU HIP pasal 7 ayat 2, ada upaya memeras Pancasila menjadi Trisila atau tiga sila. Trisila itu adalah Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
“Jadi bukan lagi Ketuhanan yang Maha Esa, tapi ketuhanan yang berkebudayaan. Menurut saya ini merupakan pelecehan terhadap agama dan nulai-nilai luhur Ketuhanan yang Maha Esa, yang selama ini dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia,” tutur Habib Rizieq.
Pasal 7 ayat 3, Trisla diperas lagi menjadi Ekasila, atau satu sila saja, yaitu gotong royong. Sehingga Ketuhanan Yang Maha Esa dibuang sama sekali dan tidak lagi menjadi acuan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski dalam pasal 12 dan pasal 23 masih ada penyebutan agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa,tapi tidak lagi dalam posisi fundamental, tapi hanya formalitas.
Padahal, kata dia, pembukaan UUD 45 pada paragraf ketiga menyatakan, kemerdekaan Indonesia didapatkan atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa. Itu artinya ruh agama sangat kental dalam pernyataan kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam landasan konstitusional Republik Indonesia.
Kemudian pembukaan UUD paragraf keempat menyatakan, maka disusunlah negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa. Baru setelah itu disebutkan sila-sila lain dalam Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
“Ingat, Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia, bukan pilar. Jadi kalau disebut dasar, jadi betul-betul fundamental, betul-betul fondasi, pokok dasar, bukan hanya sekedar pilar,” kata Habib Rizieq.
Sumber: indonesiainside.id
0 Response to "Ada Apa Dengan RUU HIP ???"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak