Lihatlah Wahai Pejabat Negara Rakyatmu Direndahkan

Kedubes RRC
Kedubes RRC: Pekerja Lokal Kurang Terampil dan Cuma Kerja Biasa, Makanya Gaji Pekerja China Lebih Tinggi

Gaji tenaga kerja asing China yang bekerja di Indonesia dinilai lebih besar dibanding tenaga kerja lokal. Konselor Bidang Ekonomi dan Bisnis Kedubes China untuk RI Wang Liping menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi.

Menurut Wang, sebetulnya perusahaan China menggaji karyawannya sesuai dengan kompetensi pekerja itu sendiri, dilihat dari kontribusi dan produktivitasnya juga. Dia menegaskan dalam menentukan upah, perusahaan China di Indonesia tidak melihat latar belakang kebangsaan.

Lebih lanjut, Wang menyebutkan masih ada pekerja Indonesia yang sudah menjadi beberapa ahli teknis mendapat gaji jauh lebih besar dibanding pekerja Tiongkok.

"Pertama perusahaan Tiongkok sama seperti semua perusahaan dunia, mereka menaikkan gaji karena kontribusi dan produktivitas pekerja, tidak ada kaitan soal kebangsaan. Ahli teknis Indonesia pun mendapat gaji lebih besar daripada pekerja Tiongkok biasa," ujar Wang dalam video teleconference bersama wartawan, Rabu (24/6/2020).

Wang menjelaskan, di lapangan, pekerja China kebanyakan merupakan pekerja dengan kompetensi tinggi makanya mendapatkan gaji besar. Sementara pekerja lokal, cuma pekerja biasa.

"Pekerja Tiongkok kebanyakan merupakan pekerja terampil dan manajemen teknis, sementara pekerja lokal kebanyakan kurang terampil dan cuma pekerja biasa, maka gaji pekerja Tiongkok lebih tinggi," kata Wang.

Dalam sebuah kesempatan, sebelumnya Wang menyebutkan pekerja China bisa digaji US $30 ribu per tahun di Indonesia. Sementara itu, pekerja lokal cuma digaji 10%-nya.

"Seorang pekerja terampil Tiongkok pada umumnya dibayar US$ 30 ribu per tahun ditambah biaya penerbangan internasional dan akomodasi yang wajib ditanggung oleh perusahaan, sementara itu seorang pekerja lokal Indonesia dibayar 10% dari total biaya pekerja Tiongkok," sambung Wang dalam keterangannya yang diterima media, Selasa (2/6/2020).

Kembali ke Wang, dia meminta pekerja lokal tak perlu khawatir, menurutnya pekerja China akan melakukan transfer tekonologi saat bekerja di sini, sehingga pekerja lokal bisa mendapatkan keterampilan tambahan. Ujungnya, pekerja lokal bisa juga mendapatkan gaji yang besar sesuai kompetensinya.

"Dengan upaya transfer teknologi, pekerja Indonesia akan mendapat keterampilan kuat dan bisa mendapat gaji lebih besar," sebut Wang.

Wang juga mengklaim sebetulnya semua perusahaan China di Indonesia mencoba terlebih dahulu untuk mencari pekerja lokal pada tiap proyek kerja sama. Hanya saja kalau tidak bisa mendapatkan tenaga kerja yang kompetensinya cukup, maka perusahaan akan menarik tenaga kerja langsung dari China.

"Untuk semua proyek kerja sama kedua negara, perusahaan Tiongkok berusaha mempekerjakan pekerja lokal sebanyak mungkin, hanya saja kalau kurang SDM dan tidak bisa memenuhi kebutuhan perusahaan, baru didatangkan pekerja Tiongkok," papar Wang.

Terakhir, Wang mengatakan bahwa pekerja-pekerja China oni juga tidak selamanya kerja di Indonesia. Bahkan kontrak yang diberikan juga cenderung pendek, saat tugasnya selesai mereka akan langsung kembali ke negaranya.

"Lalu pekerja ini jangka pendek dan mengatasi masalah teknis, jangka panjangnya kalau transfer teknologi selesai dan proyek stabil, mereka akan pulang," pungkas Wang

Investigasi Ombudsman Temukan Banyak TKA jadi Buruh Kasar hingga Sopir
Investigasi Ombudsman Temukan Banyak TKA jadi Buruh Kasar hingga Sopir
Ombudsman Republik Indonesia menemukan banyak tenaga kerja asing ( TKA) yang bekerja sebagai buruh kasar hingga sopir. Temuan ini berdasarkan investigasi yang dilakukan pada bulan Juni-Desember 2017 di 7 provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau. 

"Buruh kasar sebetulnya ada di mana-mana," kata Komisioner Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (26/4/2018). Laode mengatakan, sudah menjadi standar di setiap proyek bahwa penggunaan topi berwarna kuning adalah untuk kuli atau buruh kasar.

Penggunaan topi merah digunakan supervisor. Sementara, manajer menggunakan topi hijau. Kenyataannya, tim Ombudsman banyak menemukan TKA yang menggunakan topi kuning, alias buruh kasar. "Umumnya di lapangan harusnya kan untuk TKA paling banyak topi hijau dan merah, tapi 90 persen lebih topi kuning," kata dia. 

Tak hanya itu, Ombudsman juga menemukan ada TKA yang dipekerjakan sebagai sopir. Hal ini ditemukan di Morowali. "Di Morowali sekitar 200 sopir angkutan barang adalah TKA. Itu yang terjadi. Masa orang kita jadi sopir saja enggak bisa," kata dia.

Laode mengatakan, banyak ditemukan pekerja kasar hingga supir di lapangan ini tidak sesuai dengan data dari pemerintah. Sebab, pemerintah selama ini mengklaim TKA yang bekerja di Indonesia bukan lah pekerja kasar. 

Laode sudah menyampaikan hasil temuan ombudsman ini kepada lembaga terkait, yakni Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisan, hingga Badan Kerjasama dan Penanaman Modal. Menurut Laode, lembaga-lembaga terkait tersebut akan segera menindaklanjuti temuan ombudsman. Perwakilan setiap lembaga juga hadir dalam jumpa pers bersama Laode.

Referensi
Gelora.co
Kompas.com

0 Response to "Lihatlah Wahai Pejabat Negara Rakyatmu Direndahkan"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak