Perjalanan Panjang Eks Anggota TNI Ruslan Buton Dijerat Pasal Hina Penguasa Hingga Mendaftarkan Gugatan Praperadilan

Eks Anggota TNI Ruslan Buton Dijerat Pasal Hina Penguasa
Eks Anggota TNI Ruslan Buton Dijerat Pasal Hina Penguasa

Eks anggota TNI Ruslan Buton, yang menyebarkan rekaman yang berisi surat terbuka agar Presiden Joko Widodo mundur, dibawa ke Jakarta dan ditetapkan sebagai tersangka kasus hoaks oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyebut tersangka Ruslan telah dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh penyidik ihwal surat terbuka tersebut.

"Pendalaman tentang peran RB akan dilanjutkan oleh penyidik Bareskrim Polri pasca RB tiba di Jakarta," ujarnya, dalam siaran langsung di Youtube Tribrata TV, Jumat (29/5)

Atas perbuatannya, Ruslan ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran Pasal 14 ayat 1 dan 2 (terkait hoaks) dan atau Pasal 15 (soal kabar tak pasti) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Selain itu, ada Pasal 28 ayat 2 (tentang penyebaran kabar yang memicu permusuhan) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun, dan atau Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.

Polres Buton, dan POM TNI AD, pada Kamis (28/5), di Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sultra. Penangkapan itu berdasarkan laporan yang diterima kepolisian pada 22 Mei.

Dalam penangkapan tersebut, polisi turut menyita barang bukti berupa ponsel yang digunakan oleh tersangka untuk merekam dan KTP.

"Mendistribusikan rekaman tersebut ke dalam Group WA Serdadu Eks Trimatra," kata Ahmad.

Terpisah, Kapolda Sultra Irjen Pol Merdisyam mengatakan Ruslan Buton bersikap kooperatif dalam penangkapannya. Kasusnya pun kini ditangani Bareskrim Polri.

"Yang bersangkutan kooperatif ketika diamankan," kata dia, dikutip dari Antara.

"Sekarang sudah dibawa ke Jakarta. Penanganannya langsung oleh Bareskrim Polri. Polda Sulawesi Tenggara hanya membantu dalam penanganan itu," lanjutnya.

Kasus ini bermula saat pernyataan terbuka Ruslan Buton kepada Presiden Jokowi dalam bentuk video yang kemudian viral di media sosial pada 18 Mei 2020.

Di tengah pandemi Covid-19, ia menilai tata kelola berbangsa dan bernegara sulit diterima akal sehat. Ia menilai solusi terbaik menyelamatkan bangsa hanyalah Jokowi legawa mundur.

"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat, seluruh komponen bangsa dari berbagai suku, ras dan agama," kata Ruslan dalam video tersebut.

Ruslan Buton diketahui merupakan mantan perwira menengah di Yonif RK 732/Banau dengan pangkat terakhirnya Kapten Infanteri. Ia pernah terlibat kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017. Saat kasus itu, ia menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.

Pengadilan Militer Ambon mengeluarkan putusan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan serta pemecatan dari Anggota TNI AD kepada Ruslan Buton pada 6 Juni 2018. Lalu, di akhir 2019, Ruslan Buton bebas dan telah berada di kampung halamannya dalam satu minggu terakhir.

Usai dipecat, Ruslan diketahui membentuk kelompok mantan Prajurit TNI dari 3 matra darat, laut, dan udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara, dan ia mengaku sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.

Ruslan Buton dan Tonin Tachta Singarimbun Mendaftarkan Gugatan Praperadilan

Polri mempersilakan tersangka kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian, Ruslan Buton untuk mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya. Ruslan saat ini telah berstatus tersangka akibat surat terbukanya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.

"Silakan karena hak tersangka yang diatur dalam KUHAP," kata Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (3/6).

Menurut Argo, pihaknya nantinya akan menyampaikan secara detail soal proses penyidikan yang berujung pada penetapan tersangka Ruslan Buton di persidangan untuk menjadi dasar pertimbangan keputusan Majelis Hakim.

"Dan nanti diuji di sidang praperadilan tentang proses penyidikannya," ujar Argo.

Sementara kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun mengatakan pihaknya telah mendaftarkan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Arsul menyayangkan tindakan polisi dengan langsung menangkap Ruslan

"Polisi harusnya meminta keterangan ahli dulu, apakah yang diucapkan atau ditulis itu terindikasi tindak pidana berdasarkan pasal pidana tertentu atau tidak, bukan langsung bertindak begitu tahu ada ucapan atau tulisan semacam itu," ucapnya.

"Terlebih lagi jika upaya paksa seperti penangkapan tersebut inisiatif polisi sendiri tanpa ada yang melaporkannya dulu," lanjut Arsul.

Ia pun meminta Polri lebih akuntabel dan meningkatkan standar due process of law dalam menjalankan kewenangannya. Khususnya, dalam menangani tindak pidana yang bukan kejahatan dengan kekerasan.

"Jangan sampai kerja-kerja positif Polri dalam penindakan kejahatan-kejahatan yang membahayakan masyarakat terciderai oleh upaya paksa terhadap dugaan tindak pidana berdasar pasal-pasal karet di atas," ucap Arsul.


Ruslan Buton Gugat Presiden RI
Ruslan Buton Gugat Presiden RI

Panglima Serdadu Mantan Trimata Nusantara Ruslan Buton mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Surat mengajukan praperadilan diajukan oleh Penasihat Hukum Ruslan, Tonin Tachta dan rekan, Selasa (2/6/2020). Saat ini status Ruslan telah menjadi tersangka dalam kasus surat terbuka minta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dan ditahan Mabes Polri.

Tonin menuturkan, dalam salinan surat permohonan praperadilan, Ruslan menggugat Presiden RI casu quo (c/q) Kapolri c/q Kepala Bareskrim c/q Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri. Gugatan ini dilayangkan karena dianggap penetapan tersangka kepada Ruslan cacat hukum.Praperadilan akan digunakan oleh pencari keadilan untuk melakukan perlawanan kepada termohon yang dinilai salah menerapkan hukum dan melanggar Hukum Acara Pidana.

Alasan tidak sahnya penetapan ini, kata Tonin, karena Ruslan dan pelapor kasusnya Aulia Fahmi tidak saling mengenal satu sama lain. Dan tidak memiliki hubungan keperdataan. Selain itu, Ruslan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka atau saksi oleh penyidik Bareskrim Polri. Namun, penyidik langsung menerbitkan surat penetapan tersangka, dan langsung dilakukan penangkapan.

“Dengan demikian tanpa adanya keterangan saksi, keterangan ahli dan surat guna memenuhi ketentuan syarat minimum dua alat bukti sebelum tanggal 26 Mei 2020 maka penetapan tersangka tidak sah,” jelas Tonin.

Terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, "Praperadilan itu hak daripada tersangka apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian proses penyidikan," kata Irjen Argo Yuwono dalam keterangan, Selasa (2/6/2020).

Argo mengatakan proses penyidikan polisi terhadap Ruslan Buton akan diuji dalam praperadilan itu. "Nanti hakim (praperadilan) yang akan memutus," imbuh Argo.

Sebelumnya, Ruslan Buton ditangkap polisi pada Kamis (28/5/2020) siang. Dia diduga digelandang polisi akibat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat terbuka itu poinnya meminta agar Jokowi mundur dari jabatannya. Dia mengkritik Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19. Dia bahkan sempat berujar tidak menutup kemungkinan ada revolusi rakyat jika Jokowi tak kunjung melepas jabatannya.

Atas perbuatannya, Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman pidana 6 tahun dan/atau Pasal 207 KUHP, dengan ancaman penjara 2 tahun.

"Nomor 62 praperadilan Ruslan Buton terdaftar," kata Tonin.

Sebelumnya, tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton menangkap Ruslan alias Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5). Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.

Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI. Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.

Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.

Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial. Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan dalam rekaman suaranya.

Usai merekam suara, pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral di media sosial.

Tergugat Tak Hadir, Sidang Praperadilan Ruslan Buton Ditunda
Tergugat Tak Hadir, Sidang Praperadilan Ruslan Buton Ditunda

Sidang perdana praperadilan eks TNI Ruslan Buton ditunda karena pihak tergugat yakni Kepala Kepolisian Jenderal Idham Azis, Kepala Bareskrim Irjen Listyo Sigit Prabowo, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri Brigjen Slamet Uliandi, tidak hadir dalam persidangan.

Atas apa yang terjadi siang ini, Pengacara Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun, menyatakan para tergugat tidak menghargai proses hukum.

"Praperadilan diketahui oleh Presiden, Kapolri, Kabareskrim, Dirtipidsiber sudah tahu tuh bahwa sidang hari ini karena dipanggil oleh jurusita pada kamis tanggal 4 [Juni] dan tadi ada tanda terimanya. Artinya, disuruh masyarakat menghargai hukum, ternyata mereka tidak menghargai hukum dengan tidak datang," kata Tonin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (10/6).


Berkaitan dengan ketidakhadiran tergugat, Tonin menilai terdapat ketidakadilan dalam kasus yang menimpa kliennya. Ia menyebut status tersangka Ruslan kental akan kepentingan.

"Inikan jelas kalau masyarakat dipanggil oleh polisi enggak datang, disikat kan. Nah, ini pengadilan kenapa dipanggil enggak datang malah mau dipanggil lagi. Itu yang saya jadi bingung, melihat perkara Ruslan Buton ini kan bukan perkara yang ecek-ecek. Artinya kental kepentingan," kata dia.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya mengagendakan sidang perdana Praperadilan Ruslan Buton pada pukul 09.15 WIB. Gugatan diajukan berkaitan dengan yang berisi pesan meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya.

Dalam surat permohonan praperadilan, tim penasihat hukum menilai penetapan tersangka Ruslan tidak sah secara hukum. Sebab, penetapan tersangka itu ada sebelum Ruslan diperiksa.

Padahal, kata Tonin, polisi juga tidak memiliki dua syarat minimum minimal dua alat bukti untuk menetapkan Ruslan sebagai tersangka.

"26 [Mei] langsung jadi tersangka, 28 [Mei] ditangkap. Harusnya kan dipanggil dulu sama seperti ini dipanggil. Kalau dua kali enggak datang silakan eksekusi, ditangkap. Itu pun kalau sudah tersangka," ucapnya.

Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadian Negeri Jakarta Selatan, terdapat tujuh petitum permohonan Praperadilan Ruslan Buton.

Pertama, mengabulkan gugatan permohonan Praperadilan seluruhnya. Kedua, menyatakan termohon tidak memiliki dua alat bukti yang sah dalam penetapan tersangka. Ketiga, menyatakan tidak sah penetapan tersangka berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. Aulia Fahmi, S.H.

Keempat, menyatakan batal Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/73/V/2020/Dittipidsiber tanggal 26 Mei 2020 dengan Tersangka Ruslan Buton. Kelima, melepaskan tersangka Ruslan alias Ruslan Buton dari Penahanan. Kemudian, menghentikan Perkara Pidana berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/0271/V/2020/Bareskrim tanggal 22 Mei 2020 Selaku Pelapor Sdr. Aulia Fahmi, S.H

"Merehabilitasi nama baik dan kedudukan Ruslan alias Ruslan Buton," demikian bunyi poin ketujuh petitum tersebut.



Referensi
berbagai sumber

0 Response to " Perjalanan Panjang Eks Anggota TNI Ruslan Buton Dijerat Pasal Hina Penguasa Hingga Mendaftarkan Gugatan Praperadilan"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak