Ketulusan Nabi Muhammad
KETULUSAN SANG NABI
Bismillahirrahmanirrahim
Berikut ini ada beberapa pertanyaan mengenai beberapa hal;
1. Apakah Rasulullah pernah menginginkan dirinya terkenal/populer dan diagung-agungkan di seluruh dunia?
2. Apakah Rasulullah pernah mempunyai mimpi untuk mendapatkan gelar manusia yang paling berpengaruh di dunia?
3. Apakah Rasulullah berbuat baik kepada orang lain agar orang lain menyukainya, memujinya, dan membalas budinya?
Jawabannya tentu saja TIDAK, semua yang Rasulullah lakukan hanyalah karena cinta dan kasih sayangnya kepada manusia agar semua mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Kata kuncinya adalah KETULUSAN dan CINTA , dan ini tidak pernah bisa direkayasa, tidak akan pernah bisa dibuat-buat, karena ini adalah pekerjaan hati dan hati pula yang akan menilainya. Semua aktivitas yang Rasulullah lakukan berlandaskan cinta dan kasih sayang yang tulus, sungguh Rasulullah tidak menginginkan balasan apapun dari manusia kecuali karena hanya ingin mereka selamat di dunia dan akhirat. Kebaikan hati Rasulullah tidak terbatas pada umat muslim saja tetapi kepada seluruh umat manusia.
Sebagai orang yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata'ala dengan diangkat-Nya sebagai Rasul, Muhammad Shalallahu A'laihi Wa Sallam sama sekali tidak merasa tinggi dari yang lainnya. “Aku hanyalah ciptaan Allah dengan segala kerendahannya, sama dengan kalian. Aku makan apa yang kalian makan, duduk di tempat kalian duduk,” tuturnya. Hal inilah yang membuat Nabi selalu dihormati dan menghargai sesamanya, baik yang tua maupun yang muda, dengan segala ketulusan hatinya.
Contohnya adalah ketika beliau didatangi oleh ibu susunya, Halimah Tu’sadiyah dan suaminya, dengan segera beliau membentangkan mantelnya untuk diduduki oleh keduanya. Beliau juga memerintahkan pada pengikutnya untuk menghormati ibu, seperti yang dituturkannya,
“Surga berada di telapak kaki ibu.” Dengan yang muda, beliau menghargai anaknya sendiri, seperti yang telah beliau ajarkan pada pengikutnya,
“Hargailah anak-anakmu.” Bentuk kecintaannya pada anak-anak, ditunjukkannya dengan tidak segan untuk menepuk dan mengusap-usap rambut anak-anak yang beliau temui di jalan.
Ketulusan hati Rasulullah Saw tercermin pula dari perilakunya kepada sahabat-sahabatnya. Apabila seseorang telah menjadi sahabat Rasulullah yang terkenal dengan julukan Al Amin (yang terpercaya), maka beliau akan sangat menghargai persahabatan tersebut sampai akhir hayatnya. Beliau memperlihatkan kecintaannya pada sahabatnya dengan berbagai macam bentuk perilaku. Salah satunya adalah beliau selalu menjadi orang yang pertama dalam mengucapkan salam (Assalammu’alaikum, “semoga kedamaian besertamu”) kepada para sahabatnya dan menjabat tangan mereka.
Terkadang beliau memanggil mereka dengan nama kesayangan dengan penuh kasih. Ketika berjabat tangan, beliau tidak pernah menjadi orang pertama yang menarik tangannya.
Bentuk kasih lain Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam pada sahabatnya juga ditunjukkannya juga dengan mencintai anak-anak mereka dengan menggendong dan sekali-sekali ikut merawat mereka.
Selain itu, apabila ada di antara tamunya membicarakan hal yang tidak baik tentang sahabatnya, beliau melarangnya dan menganjurkan mereka untuk memikirkan hal yang baik tentang sahabatnya.
Selain pada sahabatnya, tanda ketulusan hati Nabi juga ditunjukkan dengan memberikan simpati yang cukup besar kepada janda, anak yatim dan kaum yang tak punya seperti yang dituturkannya, “Aku dan orang-orang yang merawat anak yatim adalah sedekat jari-jariku ini,” sambil mengacungkan dan merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan.
Kitab suci Al-Qur’an juga menuturkan hal yang sama mengenai anak yatim, kaum yang lemah dan miskin dalam Surat Al Maa’uun : 1 - 3, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” Selain anak yatim dan orang miskin, beliau juga menjunjung hak perempuan atas laki-laki, hak budak atas majikannya, hak yang disuruh atas pesuruh. Beliau juga menjenguk orang-orang yang sakit dan turut mengantar jenazah ke pemakaman. Nabi akan memberikan yang dibutuhkan oleh pengemis meskipun dengan demikian beliau kehilangan rasa nyaman. Nabi memberikan makanan kepada mereka meskipun beliau sendiri belum makan.
Apabila ingin memberikan sedekah kepada seorang pengemis, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam akan menaruhkan sedekah tersebut langsung dari tangannya. Ketika beliau sedang menunggu ajal pun, Nabi sempat meminta sahabatnya untuk memberikan apapun yang ada di rumahnya dan dibagikannya kepada kaum papa.
Hewan pun tak luput dari rasa simpati Nabi besar kita Shallallahu 'alaihi wa sallam Pernah pada suatu hari beliau meminta seseorang yang sedang menimba air di sumur untuk memberikan air sebagai penghapus dahaga kepada seekor anjing yang terlihat lemah dan kehausan.
Ketulusan hati Rasulullah sangat terkenal tidak hanya pada kalangan pengikutnya, tetapi juga pada musuhnya dalam sejarah dunia. Contohnya adalah kisah tentang Abdullah bin Ubay yang merupakan musuh bebuyutan Islam. Sepanjang harinya, dari pagi sampai malam, digunakannya untuk bersekongkol dan menghasut orang-orang Mekah dan Yahudi untuk menghancurkan kaum Muslim. Namun di hari kematiaannya, Rasulullah turut mendo’akannya dan minta Allah Subhanahu wata'ala untuk memaafkan segala dosanya. Bahkan beliau merelakan jubahnya untuk menyelubungi tubuhnya.
Hal ini mencerminkan betapa tidak terbatasnya pemberian maaf dari Rasulullah. Menurut Siti Aisyah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membalas dendam kepada orang yang pernah berbuat tak pantas padanya. Perilaku ini merupakan cerminan dari Al-Qur’an di surat Al- Araaf : 199, “jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf....”
Dari sepenggal kisah tentang perilaku Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat baik kepada sesamanya di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sebagai utusan Allah Subhanahu wata'ala untuk menyebarkan kebenaran di bumi ini, Nabi besar kita telah mencontohkan pada kita a good service to humanity dengan ketulusan hati.
Karena memang itulah yang diajarkan Allah Subhanahu wata'ala kepadanya dalam Al-Qur’an yang telah beliau praktekkan dalam kehidupannya. Dan itu juga berlaku bagi seluruh umat-Nya (Muhammad, The Prophet, oleh Maulana Muhammad Ali, MA, LLB).
***
Akhir-akhir ini banyak fenomena yang terjadi dalam masyarakat muslim yang berkenaan dengan masalah kasih sayang, seakan kasih sayang adalah sesuatu yang mahal, yang mulai terkikis oleh derasnya arus perbedaan, sehingga rasa kasih sayang sedikit demi sedikit mulai luntur dari hati manusia, benarkah demikian?
Allah Subhanahu wata'ala mempunyai sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim maka seharusnya manusia sebagai hamba-Nya melengkapi dirinya dengan sifat penuh kasih sayang seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam kehidupan sehari-harinya.
Seorang Muslim yang benar-benar memahami hukum-hukum agamanya yang penuh toleransi akan bersifat penyayang, dari hatinya terpancar mata air rahmat dan kelembutan, karena dia tahu bahwa rahmat kasih sayang yang disebarkan kepada orang lain menjadi penyebab dirinya memperoleh rahmat kasih sayang dari Allah Azza wa Jalla dan dari penghuni langit. Dan orang yang tidak mau memberikan kasih sayang kepada orang lain, tidak akan pernah mendapatkan rahmat kasih sayang dari-Nya, rahmat Allah hanya akan akan tertutup bagi mereka yang termasuk golongan orang-orang yang merugi seperti yang dijelaskan dalam hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berikut ini:
“Sayangilah makhluk yang di bumi, maka Dzat yang ada di langit akan menyayangimu” (HR. Imam Thabrani)
“ Barang siapa yang tidak menyayangi orang lain, maka Allah tidak akan menyayanginya” (HR. Imam Thabrani)
"Sifat penyayang tidak akan dicabut kecuali dari orang-orang yang celaka” (HR Bukhari)
Bahkan rahmat kasih sayang yang dimiliki orang muslim ini tidak hanya terbatas pada dirinya, keluarga, anak-anak, kaum kerabat serta teman-temannya, tetapi juga menyangkut seluruh umat manusia secara keseluruhan, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjadikan kasih sayang sebagai salah satu syarat iman:
“Kalian tidak akan beriman sehingga kalian menyayangi, para sahabatpun bertanya, Wahai Rasulullah, secara keseluruhan kami ini penyayang. “Belliau menjawab, “kasih sayang bukan kepada teman saja tetapi kepada manusia seluruhnya” (HR. Imam Thabrani)
Rahmat kasih sayang ini bersifat umum, rahmat yang menyentuh umat manusia, yang disebarluaskan Islam kedalam hati setiap orang muslim, yang dijadikan oleh Islam sebagai karakteristiknya, agar seluruh masyarakat benar-benar saling menyayangi, diwarnai dengan cinta yang murni, nasihat yang tulus dan kelemah lembutan yang mendalam.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah teladan dalam hal kasih sayang yang murni, bahkan apabila mendengar tangisan bayi saat beliau mengimami shalat maka beliau memendekkan shalatnya sebagai penghormatan kasih sayang ibunya yang ikut shalat.
Dari Anas ra, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya aku hendak mengerjakan shalat dan berniat memanjangkan bacaan, lalu aku mendengar tangisan anak kecil, maka aku pendekkan shalatku itu karena saya tahu betapa gelisahnya perasaan ibunya akan tangisan anaknya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallau Alaihi wa Sallam pernah mencium Hasan bin Ali radhiyallahu anhu sedang disamping beliau ada Aqra bin Habis At-Tamimi, lalu Aqra’ berkata,
“Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak, tapi tak satupun yang peernah aku cium” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya seraya berkata, “Barang siapa yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi,” (HR Bukhari dan Muslim)
Pada saat Umar bin Khattab hendak mengangkat seseorang untuk menjadi pemimpin bagi kaum muslimin, beliau mendengar ucapan Aqra’ yang berkata, “Sesungguhnya dia tidak pernah mencium anaknya.” Lalu Umar pun membatalkan pengangkatannya seraya berkata, “Jika dirimu tidak menyayangi anak-anakmu, lalu bagaimana mungkin kamu akan menyayangi orang lain?, Demi Allah aku tidak akan mengangkatmu menjadi pemimpin," seraya merobek buku pengangkatan yang sudah disiapkan.
Wilayah kasih sayang Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam telah meluas keseluruh jiwa kaum muslimin dan muslimat, dimana beliau tidak hanya membatasi kasih sayang hanya pada manusia saja, tetapi juga mencakup kasih sayang kepada binatang, seperti yang dikisahkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda:
"Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, dia merasakan kehausan yang sangat, lalu dia turun ke sumur dan minum. Ketika dia keluar, ternyata ada seekor anjing sedang menjulurkan lidah tanda kehausan. Dia berkata, 'Anjing ini kehausan seperti diriku.' Maka dia mengisi terumpahnya dengan air, kemudian air itu diberikannya kepada anjing itu sampai kenyang. Allah mensyukurinya dan mengampuninya." Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apakah kita bisa meraih pahala atas kasih sayang yang diberikan kepada binatang?" Beliau menjawab, "Pada setiap hati yang basah terdapat pahala." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari beberapa contoh cerita diatas Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu menanamkan pada diri kaum muslim suatu rasa kasih sayang yang mendalam, kepada sesama manusia, kepada alam maupun kepada binatang sekalipun, maka apabila manusia mempunyai rasa kasih sayang kepada binatang maka dia akan mempunyai kasih sayang yang lebih kepada sesama manusia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah simbol kasih sayang dan perdamaian bagi umat manusia, maka tidak ada alasan bagi kita tidak meneladaninya.
“Sayangilah orang yang ada di bumi ini, niscaya engkau akan diberikan rahmat kasih sayang dari langit (Allah),” (HR Imam Thabrani)
Bagaimana dengan kita yang mengaku sebagai umat Rasulullah..?
***
Cinta dan kasih sayang adalah ruh kehidupan. Itulah yang menjelaskan mengapa dalam banyak kesempatan Nabi Muhammad Shallallahu a'laihi wasallam selalu berusaha mempatrikannya di dada umatnya, “Orang-orang yang punya rasa kasih sayang, Allah Yang Maha Sayang akan sayang kepada mereka,” ungkap beliau suatu ketika. Di lain kesempatan kekasih Allah Yang Agung ini juga bersabda, “Sayangilah penghuni bumi, niscaya Yang di langit akan sayang kepada kalian.” Sungguh sebuah ungkapan cinta dan kasih sayang yang sarat makna.
Yusuf Qardhawi, seorang pemikir dan ulama besar abad ini. Pernah menukil perkataan seorang bijak, “Seandainya cinta dan kasih sayang telah berpengaruh dalam kehidupan maka manusia tak lagi memerlukan keadilan dan undang-undang!”. Tak berlebihan, sebab mungkinkah huru-hara dan kekacauan dunia itu terjadi, jika cinta dan kasih sayang telah wujud dalam kehidupan kita? Cinta dan kasih sayang kepada sesama yang terbingkai dalam cinta murni kepada Sang Khalik.
Sungguh hanya Allah Dzat tempat kita menggantungkan segala asa dan cinta. Dan Allah pulalah juga yang berhak menanamkan dan mencabut cinta dari dalam lubuk hati kita. Allah berfirman: “Sekiranya kalian infakkan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kalian takkan mampu mempersatukan hati-hati mereka (manusia), tetapi Allah yang mempersatukan hati mereka” (Q.S. al-Anfal : 63).
Dengan apa Allah mempersatukan hati dan jiwa mereka? “Dengan cinta dan kasih sayang yang ia berikan kepada hamba-Nya.” Ungkap Muhammad Quthb. Ayat ini menegaskan betapa harta benda tidak cukup mempertautkan hati. Tidak pula berbagai sistem ekonomi serta kondisi kebendaan (materialisme). Kalaupun itu terjadi, ia pastilah ikatan cinta semu, sebatas terpenuhinya sebuah kepentingan.
Tentu saja cinta model ini (cinta atas motivasi keduniaan) pasti binasa dan fana, jika ia tak dilengkapi serta dibungkus jiwa yang lembut, yang disinari roh Illahi. Itulah rasa cinta dan kasih sayang yang sejati. Kasih sayang yang mendorong senyum yang merekah dan wajah ceria saat bertemu sesama.
Itulah shadaqah yang lahir dari keikhlasan cinta dan kasih sayang. Sebab cinta dan kasih sayang tidak mungkin terpancar dari orang yang gersang dari keduanya. “Faaqidussyaa’i laayu’ti”, sesuatu yang tak punya apa-apa, tak akan mampu memberi apa-apa, begitulah kata pepatah Arab soal ini.
Sulitkah menebar cinta? Konsep cukup sederhana untuk itu ditawarkan Rasulullah shallallahu a'laihi wasallam dalam sabdanya, “Maukah kalian kutunjukkan sesuatu hal yang apabila kalian lakukan pasti kalian saling mencintai? Sebarkan salam antara kalian.” (HR. Muslim) Imam Nawawy (dalam kitab riyadush shalihin: 328), kemudian menyebutkan hadist yang merinci tahapan-tahapan untuk menumbuhkannya; “afsyus salam, wa ath’imuth tha’aam, wa dhilul arhaam, wa shallu wan naasu niyaam, tadkhulul jannata bis salaam.”
Sebarkan salam, berikan makan (pada mereka yang membutuhkan), sambung tali persaudaraan, shalatlah (malam) ketika manusia terlelap dalam tidurnya, niscaya kalian masuk syurga dalam kedamaian. (HR. Tirmidzi)
Mari kita menghayati secara mendalam ucapan salam kita serta mewujudkan dengan maksimal pesan cinta dan kasih sayang yang ada di dalamnya? Mari kita jawab semua ini dengan nurani cinta yang jujur!
***
Kita pernah mempelajari bagaimana kebaikan hati Yusuf alaihi salam yang tidak menaruh dendam sedikitpun kepada saudara-saudaranya yang telah mencoba mencelakainya. Juga ketika seorang dipenjara yang melupakan kebaikan dirinya, tak sedikitpun ia marah. Kebersihan hati Yusuf itulah yang akhirnya secara tidak langsung menghantarkannya kepada kejayaan diri. Seorang Sulaiman yang dengan segala kebesarannya, masih menghormati makhluk kecil, semut, dan memerintahkan derap dan langkah para pasukannya untuk tidak mengganggu atau bahkan menginjak sekelompok semut yang mereka lewati.
Rasulullah Muhammad saw tidak pernah sedikitpun mengajarkan kepada ummatnya untuk melakukan kejahatan, ketidakadilan, tindak kesemena-menaan bahkan kezhaliman. Islam dengan segala ajaran kasih sayang dan kedamaiannya, justru mengutamakan perbuatan baik terhadap manusia itu sebagai perwujudan dari rahmantan lil ‘aalamiin-nya ajaran yang disempurnakan Muhammad saw. Setelah para Nabi Allah sebelumnya juga mengajarkan hakikat Islam.
Sebelum menjadi Rasul, Muhammad dikenal sebagai orang yang berhati mulia, jujur, sopan, bersikap lembut dan menghargai sesama. Itulah kemudian ia mendapatkan gelar al Amin, juga menarik hati seorang saudagar kaya Khadijah binti Khuwailid yang kemudian menjadi istrinya.
Setelah menjadi Rasul Allah, kemuliaan hatinya tidak hanya diakui oleh kaum mukminin melainkan juga oleh kaum kafir Quraisy. Sebenci apapun para pembesar suku Quraisy seperti Abu Lahab, Abu Jahal, mereka tak pernah membenci Muhammad karena perilakunya yang buruk. Justru yang mereka khawatirkan adalah ajaran kebaikan, kedamaian, dan kemuliaan hati dari Islam yang langsung dicontohkan Muhammad-lah yang akan menggusur kekuasaan, kedudukan mereka. Bagaimana tidak, ketika orang-orang memperjualbelikan budak dengan harga yang tidak manusiawi, Rasulullah (Islam) memuliakannya. Ketika para wanita dianggap masyarakat kelas sekian dan menjadi suatu kehinaan diri jika mempunyai keturunan seorang wanita, Muhammad justu mengangkat derajatnya.
Tidak hanya itu, ketika ketidakadilan semakin mempertegas jarak dan perbedaan antara orang-orang kaya dengan fakir miskin, antara yang kuat dan yang lemah, Rasulullah datang dengan mengajarkan zakat dan infaq shodaqoh, mencontohkan bagaimana seharusnya kasih sayang dan cinta sesama saudara bagaikan mencintai diri sendiri.
Islam adalah agama kebaikan, agama kasih sayang. Maka tidak sewajarnya ketika mereka yang mengaku mukmin melakukan kejahatan dan tindak kezhaliman. Kecuali dalam kondisi yang memang mengharuskan setiap mukmin mempertahankan harga diri dan melakukan pembelaan, Rasulullah tak pernah mengajarkannya. Bayangkan, saat para sahabat mulai marah dan tidak mampu menahan diri untuk melakukan balasan terhadap intimidasi dan penganiayaan terhadap kaum muslimin, Rasulullah baru mengabulkannya setelah ada izin dari Allah yang membolehkan berperang.
Ada sebuah kisah seorang panglima perang besar kaum muslimin Amru bin Ash yang begitu mulia hatinya. Saat fajar sebelum berangkat melakukan penyerbuan ke wilayah musuh yang menentang Islam, para pasukan terheran karena hanya tinggal tenda Sang Panglima yang masih utuh belum dikemas. Alasannya, mungkin bagi kita sangat sepele, hanya
karena ia mendapati seekor burung yang bertengger di atas tendanya tengah mengerami telurnya dan terpaksa menunda keberangkatan pasukannya.
Kejadian itu sungguh mengherankan dua orang penyusup dari pasukan musuh yang menyamar bergabung dalam pasukan Amru bin Ash. Padahal pendelegasian keduanya menyusup itu sebelumnya karena para pembesar dan masyarakatnya mendengar berita tentang kekejaman Panglima Amru bin Ash beserta pasukannya yang dikatakan gemar membunuh, menyiksa dan menganiaya orang. Rupanya, dari kejadian itu mereka tak menemukan anggapan itu. Pikir mereka, bagaimana mungkin dikatakan kejam jika terhadap seekor burung pun sang Panglima sangat mengasihi.
Menjadi seorang muslim, berarti di dirinya tertanam sifat-sifat kebaikan, cinta dan kasih sayang. Jika seorang muslim tak memiliki sifat diatas, tentulah karena ia tidak sepenuhnya mengamalkan ajaran Rasulullah.
Sebaliknya, mereka yang meski berbuat baik, dan penuh kasih seperti Bunda Theresia dan Mahatma Gandhi, amalnya akan terputus dan tak diperhitungkan dihadapan Allah kelak karena mereka bukan muslim dan tak mengimani Allah.
Oleh karenanya, perbaikilah segala sifat yang tak mencerminkan kebaikan dan kasih sayang itu, karena Rasulullah pun menegaskan, jika kita berbuat baik dan penuh kasih sayang terhadap semua makhluk di bumi, maka yang ada di langit akan mengasihi dan menyayangi kita. Amiin Allaahumma Amiin. Wallahu a’lam bishshowaab.
0 Response to "Ketulusan Nabi Muhammad "
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak