Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam Pribadi Yang Lemah Lembut
Bismillahirrahmanirrahim
Di antara akhlak Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam yang paling menonjol, beliau adalah pribadi yang lemah-lembut. Kesaksian semua orang yang pernah semasa dengan beliau, menggambarkan bahwa beliau tidak pernah berkata kasar, tidak pernah mengumpat, dan tidak pernah berlaku bengis. Bahkan, beliau Shalallahu A'laihi Wa Sallam tidak pernah marah, kecuali terhadap perbuatan yang melanggar kehormatan agama. Lemah lembut bukan berarti lemah, lemah lembut justru adalah kekuatan, lemah lembut bukan tak berdaya, tetapi justru lemah lembut sangat penuh daya.
Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, dan Dia menyukai kelembutan dalam segala urusan ”. (Muttafaq ‘Alaihi)
Jiwa seorang Muslim yang lemah lembut, merupakan refleksi dari kelembutan qalbu. Semakin lembut qalbu seseorang, maka kelemah lembutannya akan semakin tampak. Qalbu yang lembut, akan memancarkan jiwa-jiwa yang “peka”. Sebaliknya, hati yang kesat dan keras, akan melahirkan tindakan yang kasar, sembrono, bahkan brutal, karena qalbu merupakan barometer action seseorang.
Beliau bersabda dalam Hadits dari `Iyadh ibn Hamâr radhiyallahu anhu, “Ahli (penghuni) surga itu tiga orang: Orang yang memiliki kekuasaan, adil dan diberi petunjuk (muwaffaq), seorang yang pengasih dan berhati lembut kepada setiap kerabat dekatnya dan setiap Muslim, dan orang yang menjaga kehormatan dan (senantiasa) menjaga kehormatannya padahal ia memiliki kebutuhan untuk keluarganya.” (HR. Muslim).
Suatu hari Aisyah duduk di atas ontanya, tapi ontanya sulit berjalan, akhirnya Aisyah memukul mukul onta tersebut agar mau berjalan. Melihat itu Rasulullah berkata “berlakulah dengan lembut wahai Aisyah,
Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu kecuali bahwa sesuatu itu akan menjadi indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali sesuatu itu akan cacat” (HR Muslim).
Di lain waktu rasulullah juga bersabda “Sesungguhnya Allah itu Maha Kasih dan dia senang pada kelembutan. Dia memberi pada kelembutan yang tidak dia berikan pada kekasaran, dan apa yang tidak Dia berikan pada selainnya” (HR Muslim).
Seringkali mungkin kita bersitegang dengan kawan sendiri ketika kita berdiskusi dan berdialog, atau ketika menegur kesalahan mereka sehingga seringkali pula sahabat kita itu sakit hati dan tersinggung, akibatnya bukan kebaikan yang kita dapat tapi malah ukhuwah yang retak.
Rasulullah mengatakan pentingnya lemah lembut ini dalam interaksi kita, dan Rasulullah mencontohkan sendiri dalam kehidupannya bagaimana ia bersikap lemah lembut terhadap sahabat terhadap sesama mukmin.
QS 3 :159. : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Kelemah lembutan ini pulalah jalan yang di tempuh oleh para rasul, bagaimana lemah lembutnya Ibrahim terhadap ayahnya, sebagaimana dialog itu dikisahkan dalam Qur’an. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya ;
“Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.
Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”.
Berkata bapaknya:
“Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama”.
Berkata Ibrahim:
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku”. QS 19 (42-48)
Atau cukuplah kisah Musa yang datang kepada Fir’aun manusia terburuk perangainya yang pernah lahir ke dunia, Allah pun menyuruh Musa untuk berkata lemah lembut kepada Fir’aun,
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (qs 20 : 43-44)
Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya” (QS 79: 18-19).
Bukankah kita tak sebaik Musa? Dan kita tak seburuk Fir’aun? lalu kenapa kita tak mau berlaku lemah lembut dalam menasehati mereka ?
“Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu kecuali bahwa sesuatu itu akan menjadi indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali sesuatu itu akan cacat” (HR Muslim)
***
Jangan salah paham dulu, bahwa dibalik kelembutan Rasulullah terdapat sikap tegas dan keras terhadap prinsip yang dipegangnya. Karena memang kita sebagai seorang muslim harus memiliki ketegasan dan keras terhadap prinsip yang kita pegang, tetapi juga sekaligus harus lembut dalam bersikap dan dalam menyampaikan kebenaran seperti yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam. Kelemah lembutan bukan indikasi ketidakberdayaan, tetapi merupakan tanda kemampuan untuk mengendalikan diri.
Sebaliknya, kekasaran bukan tanda kekuasaan, namun tanda kerapuhan emosional dan kelemahan kepribadian.
“Apabila Allah Subhanahu wata'ala. Menyukai seorang hamba, maka ia akan mengkaruniainya kelemah lembutan. Dan barang siapa dari keluargaku yang mengharamkan/menjauhi kelemah lembutan, maka sesungguhnya dia telah menjauhi kebaikan.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Dalam ungkapan yang singkat, Dr. Yusuf al-Qardhawi mengatakan, “Barang siapa membaca sunnah Rasul Shallallahu a'laihi wasallam, baik dalam perkataan maupun perbuatan, maka akan menemukan pancaran kelemah lembutan dalam berdakwah dan interaksi sehari-hari.” Kelemah lembutan bisa membuat kita menjadi pribadi yang indah. Secara garis besar, Allah Subhanahu wata'ala mengkaruniakan dua keindahan kepada manusia : keindahan fisik, dan keindahan kepribadian.
Manusia pada umumnya mudah terpukau oleh keindahan fisik, namun keindahan fisik ini akan segera kehilangan kesan bila tingkah laku dan kata-katanya kasar. Di sinilah kelemah lembutan menjadi kunci untuk mewujudkan pribadi yang indah.
Kelemah lembutan bisa membentuk orang-orang dan lingkungan di sekitar kita. Banyak Sahabat radhiyalLahuta’âlâ ‘anhum yang memperoleh hidayah (masuk Islam) setelah menyaksikan pribadi Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam yang lemah lembut. Kelemah lembutan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit kalbu.
Yang perlu disadari, ketika kita berkata kasar dan mengumpat, sebenarnya kita tidak sedang merugikan orang lain. Tapi, terlebih lagi, kita sedang menodai hati kita sendiri, mengotorinya dengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.
Suatu kali Nabi SAW tengah duduk bersama Aisyah Radhiallahu Anha, lalu melintaslah sekelompok orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tiba mereka menyapa Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam dengan memelesetkan ungkapan “Assalâmu’alaikum” menjadi “Assâmu ‘alaika” kebinasaan atasmu, hai Muhammad. Mendengar serapah orang-orang Yahudi itu, Aisyah naik pitam dan balik memaki mereka.
Namun Nabi Shalallahu A'laihi Wa Sallam segera menenangkan Aisyah dan memintanya agar tidak mengotori mulut dan hatinya dengan kekasaran dan kebencian.
Kebenaran yang pada asalnya susah untuk diterima oleh jiwa, ketika disampaikan dengan cara yang buruk, cara yang kasar, tentunya justru akan membuat orang semakin lari dari kebenaran. Oleh karena itulah, dakwah pada dasarnya harus disampaikan dengan cara lemah lembut.
Perlu ditegaskan berulang kali bahwa lemah lembut bukan berarti lemah gemulai, karena seorang Umar bin Khattab sekalipun yang terkenal sangat tegas dan keras juga memiliki kelemah lembutan terutama ketika mengayomi kaum yang lemah. Dan Umar pun pernah memberi nasihat, “kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah-lembut”.
Salah satu keunggulan sifat Rasulullah adalah keramah tamahannya kepada sesama manusia, karena keramahannya inilah sampai ada sahabat yang tidak sungkan untuk melucu di hadapan Rasulullah SAW. Di samping itu, setiap di ajak bicara Rasulullah sangat serius sekali mendengarkannya.
Bila menghadapi orang yang lemah dan miskin beliau tetap menghormatinya tanpa merendahkan sedikit pun.
Hampir semua riwayat mengisahkan tentang keramahan dan kelembutan beliau dalam berbicara. Salah satu sumber riwayat mengatakan, bahwa siapapun yang mengajak beliau berbicara maka beliau siap mendengakan apa yang di bicarakan orang itu dengan penuh perhatian, atau bertanya dengan lembah lembut dan serius.
Keramahan beliau sampai kepada hal-hal yang kecil, yang mungkin tidak di lakukan oleh manusia lain. Mengenai hal ini Abu Daud meriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu, ia berkata : Jika ada seseorang datang dan berbicara kepada Nabi atau berbisik karena merahasiakan pembicaraannya, maka beliaulah yang menundukan kepala mendekatkan telinganya terlebih dahulu, sehingga orang itu pun ikut menundukan kepalanya juga.
Ath-Thabraniy meriwayatkan dari Anas r.a. Rasulullah bila bicara selalu menghadapkan wajahnya meski pun lawan bicaranya orang paling jahat, hal ini untuk melunakkan hati sekaligus menarik perhatian. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bila bertemu seseorang beliau berjabat tangan, beliau tidak melepaskan tangannya sebelum orang itu melepaskannya terlebih dahulu.
Ada seorang wanita tua datang kepada Rasulullah maka beliau menyambut kedatangannya dengan penuh hormat, beliau bertanya dengan lemah lembut : "siapa ibu ini ? ia menjawab : aku Juthamah -Al muzainah ! Bagaimana keadaan ibu selama ini ? ia menjawab : baik-baik saja ya Rasul, selanjutnya beliau dengan penuh ramah tamah bercakap cakap dengan tamu wanita tua itu terkadang di selingi rasa tawa, percakapan itu berlangsung sangat lama, sehingga ada sahabat bertanya : Ya Rasulullah engkau menyambut kedatangan wanita tua itu dengan hangat dan ramahnya, Nabi menjawab : Dulu wanita itu sering datang sewaktu istriku khadijah masih hidup”. Demikian hangat dan ramahnya beliau dalam menyambut setiap orang yang datang kepadanya. Hal ini merupakan cermin dari kerendahan hati beliau dan keagungan budi pekertinya.
Keramahan dalam tutur kata menciptakan percaya diri, keramahan dalam berpikir menciptakan kesempurnaan, keramahan dalam memberi melahirkan kasih.
Keramahan bukanlah sesuatu yang membuat orang lemah, karena ramah harus tegas. Tegas dalam artian tahu apa yang dikerjakanya dan tahu apa tujuanya. Keramahan bukanlah sesuatu yang pantas ditindas atau dikasihani, karena orang yang ditindas dan dikasihani selalu meminta tolong pada orang-orang yang ramah.
Keramahan adalah indah. Karena sifat ramah membawa seseorang menjadi dekat dengan lingkungan dan masyarakat, membawa mereka ke dalam atmosfer yang diselimuti empati dan cinta. Keramahan adalah cerdas, karena dapat memanfaatkan potensi dirinya menjadi berguna bagi orang lain.
Rasulullah sangat mengedepankan kelembutan hati dalam mengajak umat kepada kebenaran. Bahkan kepada orang kafir sekalipun, yang seringkali mereka mencaci maki, menzalimi, bahkan menyakiti beliau, Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam hanya mendo’akan mereka, agar segera mendapat hidayah Allah Subhanahu wata'ala.
Rasul tidak mendo’akan azab. Padahal, do’a beliau sangatlah mustajab.
Pantaslah bila banyak orang dari berbagai kalangan, mulai dari budak sampai raja, yang tertarik dengan akhlak luhur beliau. Sehingga mereka segera menyatakan syahadat dan menjadi mujahid-mujahidah Islam yang semakin memperkokoh dinding kejayaan Islam.
Sang uswatun hasanah pun telah mencontohkan dakwah yang fleksibel dan penuh kelembutan, menyentuh hati para pengikutnya. Akhlak beliau yang indah membuat umat, bahkan non-muslim sekalipun, segan dan menghormati beliau. Inilah wibawa yang dibentuk ala Rasulullah.
Washington Irving (1783-1859) Terkenal sebagai “sastrawan Amerika pertama”
“Dia makan secara sederhana dan bebas dari minuman keras, serta sangat gemar berpuasa. Dia tidak menuruti nafsu bermewah-mewah dalam berpakaian, tidak pula ia menuruti pikiran yang sempit; kesederhaannya dalam berpakaian dilatarbelakangi oleh sikapnya yang tidak mempedulikan perbedaan dalam hal-hal yang sepele….
Dalam urusan pribadinya dia bersikap adil. Dia memperlakukan kawan dan orang asing, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah, dengan cara yang adil. Dia dicintai oleh rakyat jelata karena dia menerima mereka dengan kebaikan hati dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka….
Keberhasilan militernya bukanlah kemenangan yang sia-sia dan sekali-kali tidak membuatnya merasa bangga, karena tujuan semuanya itu bukan untuk kepentingan pribadinya. Ketika dia memiliki kekuasaan yang amat besar, ia tetap sederhana dalam sikap dan penampilannya, sama seperti ketika dia dalam keadaan sengsara. Sangat berbeda dengan seorang raja, dia tidak suka jika ketika memasuki ruangan oang menunjukkan penghormatan yang berlebihan kepadanya.” [Life of Mahomet, London, 1889, h. 192-3, 199]
0 Response to "Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam Pribadi Yang Lemah Lembut"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak