Wabah Penyakit Dalam Sejarah Islam dan Bagaimana Kita Menyikapinya
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga sahabat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.
Sehubungan dengan mengglobalnya pandemi virus corna (Convid-19), ada kisah dari dunia Islam yg menarik untuk dibagikan.
Hari ini umat manusia dihadapkan pada masalah bumi ini, sebuah virus/wabah yang tak terlihat.
Tapi membuat seisi bumi takut. Namun, yang membuat semua kekuatan, senjata, dan kesombongan bertekuk lutut, lumpuh, dihadapan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Memang begitulah sunatullahnya, Allah Subhanahu wa ta'ala menghancurkan tingginya kesombongan dunia dengan sesuatu yang kecil agar runtuh dengan sehina-hinanya, seperti Namrud yang mati hina karena seekor lalat.
Tapi masalah bumi ini adalah masalah muslimin juga. Bagaimana kita bersikap? Karena hari ini sebagian saudara kita menganggap remeh dengan pasrah saja.
Meski begitu, indahnya agama Islam ini, karena semua masalah sudah ada solusinya.
Rasulullah SAW bersama para sahabatnya adalah orang-orang paling berjasa dalam hidup kita. Dalam kebingungan kita hari ini pun mereka semua hadir dengan petunjuknya.
Tidak hanya itu, tapi mereka juga hadir membawa kabar gembira untuk kita.
Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang Khalifah Umar bin Khattab ra karya Syaikh Ali Ash Shalabi.
Pada tahun 18 H, hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam.
Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri tersebut.
Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.
Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.
Dialog yang hangat antar para sahabat pun terjadi, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah.
Umar yang cerdas meminta saran kepada kaum Muhajirin, Anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.
Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah Subhanahu wa ta'ala?
Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. "Jika kamu punya kambing dan ada dua lahan yang subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain."
Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW; "Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya." (HR. Bukhari & Muslim)
Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah ra. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah.
Namun beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu.
Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha'un di Negeri Syam.
Total sekitar 20 ribu orang wafat karena wabah Tha'un yang jumlahnya hampir separuh penduduk Syam ketika itu.
Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam. Karena kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini.
Amr bin Ash berkata: "Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung."
Mereka pun berpencar dan menempati di gunung-gunung. Akhirnya, wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.
Lalu, belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap, maka inilah panduan dan kabar gembira di tengah kesedihan ini untuk kita semua.
Pertama, karantina sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam di atas, maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal.
Mengisolasi daerah yang terkena wabah dan saat ini seluruh negara menjalaninya. Namun ada negara yang entah darimana mengambil petunjuknya, justru negara tersebut malah menyuruh orang-orang masuk karena dalih ekonomi dan pariwisata. Semoga Allah SWT melindungi semua penduduk negara tersebut.
Kedua, bersabar. Karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam bersabda: "Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap di kampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah Subhanahu wa ta'ala tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid." (HR. Bukhari dan Ahmad).
Masya Allah, ternyata mati syahid lah balasan itu. Sesuatu yang didambakan kaum muslimin. Oleh karena itu, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid.
Ketiga, berbaik sangka dan berikhtiarlah. Karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam bersabda: "Tidaklah Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya." (HR. Bukhari).
Seperti kisah di atas, Umar bin Khattab berikhtiar menghindarinya serta Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.
Keempat, banyak berdoalah. Dengan berdoa meminta keselamatan itu sudah kita lafadzkan di setiap pagi dan sore: "Bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi, say'un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul'alim. Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3 kali pada pagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yang memudharatkannya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Arti dalam dzikr tersebut, yakni "Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu dibumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui."
Kelima, sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar dan menjaga jarak dari keramaian dan menahan diri untuk tetap di rumah. Cara inilah yang banyak ditiru dunia luar, mereka menyebutnya social distancing.
Semua solusi itu sudah ada, solusi langit dan Bumi.
Solusi pertama dan terakhir, solusi Bumi dengan cara ikhtiar dengan karantina dan menjaga diri dari keramaian (social distancing). Selama ini sudah dilakukan bahkan oleh orang-orang di dunia barat.
Namun mereka tidak punya solusi Langit, yakni bersabar, keyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah, berdoa, dan bahkan janji akan gelar mati Syahid jika kita melakukan itu semua.
Semoga kita senantiasa dilindungi Allah Subhanahu wa ta'ala dan bertemu kembali di tempat terbaik di Surga-Nya.
Mari kita sikapi datangnya Pandemi Convid-19 ini secara rasional dan terukur, tidak abai juga tidak lebay.
Sumber:Ahmad Syaikhu
0 Response to "Wabah Penyakit Dalam Sejarah Islam dan Bagaimana Kita Menyikapinya"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak