Perbandingan pajak Anggota Parlemen Negara Lain

Namun, pajak ini tidak dipotong langsung dari penghasilan mereka karena ditanggung oleh negara melalui tunjangan PPh sebesar Rp2.699.813 per bulan.
Artinya, anggota DPR tetap tercatat sebagai pembayar pajak, tetapi nominalnya dikompensasi oleh negara melalui APBN, sehingga mereka menerima gaji bersih.
Skema ini menuai kritik karena dianggap tidak adil, terutama dibandingkan wajib pajak lain seperti karyawan swasta yang membayar pajak dari penghasilan pribadi.
Ekonom seperti Media Wahyudi Askar dari Celios menyebut kebijakan ini sebagai "ketidakadilan fiskal" dan menyarankan revisi, misalnya dengan menggabungkan gaji dan tunjangan menjadi satu pos yang dikenai pajak secara langsung.
Untuk memberikan perbandingan sistem pajak penghasilan (PPh) anggota DPR RI dengan negara lain, berikut adalah analisis berdasarkan informasi yang tersedia tentang praktik pajak di berbagai negara, khususnya terkait perlakuan pajak bagi anggota parlemen atau pejabat publik, serta sistem pajak secara umum.
Karena tidak ada data spesifik tentang perlakuan pajak anggota parlemen di semua negara dalam sumber yang tersedia, saya akan membandingkan sistem pajak penghasilan individu dan praktik umum yang mungkin relevan, dengan fokus pada aspek keadilan fiskal dan perlakuan khusus terhadap pejabat publik.
Sistem Pajak DPR RI
Di Indonesia, anggota DPR RI wajib membayar PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan mereka, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 262/PMK.03/2010.
Namun, pajak ini ditanggung oleh negara melalui tunjangan PPh sebesar Rp2.699.813 per bulan, sehingga anggota DPR menerima gaji bersih tanpa potongan pajak langsung dari penghasilan mereka.
Skema ini dianggap kontroversial karena menciptakan persepsi ketidakadilan, di mana anggota DPR tidak benar-benar "merasa" beban pajak seperti wajib pajak lainnya. Perbandingan dengan Negara Lain
Berikut adalah gambaran sistem pajak di beberapa negara, dengan penekanan pada perlakuan pajak bagi pejabat publik (jika tersedia) dan karakteristik sistem pajak penghasilan individu secara umum: 1. Amerika Serikat (AS)
- Sistem Pajak Umum: AS menerapkan sistem citizenship-based taxation, di mana warga negara AS dikenakan pajak atas penghasilan global mereka, terlepas dari tempat tinggal. Pajak penghasilan individu bersifat progresif, dengan tarif tertinggi mencapai 43,7% (termasuk pajak federal dan negara bagian).
- Anggota Kongres: Anggota Kongres AS, seperti Senator dan Anggota DPR, dikenakan pajak penghasilan federal dan negara bagian atas gaji mereka (sekitar $174.000 per tahun untuk anggota biasa pada 2023). Tidak ada tunjangan pajak khusus yang ditanggung negara, sehingga mereka membayar pajak langsung dari penghasilan pribadi, seperti warga negara lainnya. Beberapa tunjangan (misalnya, biaya perjalanan dinas) dapat dikecualikan dari pajak, tetapi ini diatur ketat oleh IRS.
- Perbandingan dengan Indonesia: Berbeda dengan Indonesia, anggota Kongres AS tidak menerima kompensasi pajak dari negara, sehingga mereka secara langsung menanggung beban pajak. Ini mencerminkan prinsip keadilan fiskal yang lebih kuat dibandingkan skema Indonesia. 2. Inggris (UK)
- Sistem Pajak Umum: Inggris menggunakan sistem residency-based taxation, di mana pajak dikenakan berdasarkan status residensi. Pajak penghasilan individu bersifat progresif, dengan tarif tertinggi sekitar 45% untuk penghasilan di atas £125.140 (2023). Total pendapatan pajak Inggris adalah 33,5% dari GDP, sedikit di bawah rata-rata OECD (34,1%).
- Anggota Parlemen (MPs): Anggota Parlemen Inggris (House of Commons) dikenakan pajak penghasilan atas gaji mereka (sekitar £86.584 per tahun pada 2023) seperti pekerja lainnya. Tidak ada bukti bahwa pajak mereka ditanggung oleh negara. Biaya operasional (seperti staf atau perjalanan) dapat diklaim sebagai pengeluaran bebas pajak, tetapi ini diawasi ketat oleh Independent Parliamentary Standards Authority (IPSA).
- Perbandingan dengan Indonesia: Mirip dengan AS, anggota parlemen Inggris membayar pajak langsung tanpa kompensasi negara, menunjukkan tidak adanya perlakuan istimewa yang signifikan seperti di Indonesia. 3. Estonia
- Sistem Pajak Umum: Estonia memiliki sistem pajak yang sangat kompetitif, dengan tarif pajak penghasilan individu flat sebesar 20%, salah satu yang terendah di OECD. Pajak dividen diatur pada 0%, dan sistemnya sederhana dengan kepatuhan pajak yang sebagian besar otomatis. Estonia juga menerapkan sistem *territorial taxation*, hanya mengenakan pajak pada penghasilan lokal.
- Anggota Parlemen: Tidak ada informasi spesifik tentang perlakuan pajak anggota parlemen di Estonia, tetapi berdasarkan sistem pajak yang sederhana dan transparan, kemungkinan besar mereka dikenakan pajak seperti warga biasa tanpa tunjangan khusus dari negara.
- Perbandingan dengan Indonesia: Sistem Estonia jauh lebih sederhana dan tidak memberikan indikasi adanya perlakuan istimewa bagi pejabat publik, berbeda dengan skema tunjangan PPh di Indonesia. 4. Denmark
- Sistem Pajak Umum: Denmark memiliki salah satu beban pajak tertinggi di dunia, dengan rasio pajak terhadap GDP mencapai 47% (2021). Pajak penghasilan individu sangat progresif, dengan tarif tertinggi 55,9%, tertinggi di OECD. Sistem pajaknya efisien, dengan pengisian pajak yang sebagian besar otomatis melalui otoritas pajak (SKAT).
- Anggota Parlemen: Anggota Folketing (parlemen Denmark) dikenakan pajak penghasilan atas gaji mereka seperti warga lainnya. Tidak ada indikasi bahwa negara menanggung pajak mereka. Denmark dikenal dengan sistem pajak yang transparan dan adil, di mana semua warga, termasuk pejabat publik, tunduk pada aturan yang sama.
- Perbandingan dengan Indonesia: Denmark menunjukkan komitmen kuat terhadap keadilan pajak, tanpa perlakuan istimewa bagi anggota parlemen, sangat kontras dengan praktik di Indonesia. 5. Singapura
- Sistem Pajak Umum: Singapura menggunakan sistem territorial taxation, hanya mengenakan pajak pada penghasilan yang diperoleh di dalam negeri. Tarif pajak penghasilan individu progresif, dengan tarif tertinggi 22%, salah satu yang terendah di antara negara maju. Singapura juga tidak mengenakan pajak atas keuntungan modal.
- Anggota Parlemen: Anggota parlemen Singapura menerima gaji dan tunjangan yang kompetitif (sekitar S$192.500 per tahun untuk MP biasa pada 2023), dan penghasilan ini dikenakan pajak seperti warga lainnya. Tidak ada bukti adanya kompensasi pajak oleh negara.
- Perbandingan dengan Indonesia: Singapura, seperti kebanyakan negara maju, tidak memberikan perlakuan pajak khusus bagi anggota parlemen, menegaskan prinsip kesetaraan dalam sistem pajak.
Analisis Perbandingan
- Perlakuan Pajak Pejabat Publik: Di sebagian besar negara yang disebutkan (AS, Inggris, Denmark, Singapura, dan kemungkinan Estonia), anggota parlemen dikenakan pajak penghasilan seperti warga biasa, tanpa tunjangan pajak yang ditanggung negara. Ini berbeda dengan Indonesia, di mana tunjangan PPh menciptakan kesan bahwa anggota DPR tidak benar-benar menanggung beban pajak, meskipun secara teknis mereka tetap wajib pajak.
- Keadilan Fiskal: Sistem pajak di negara seperti Denmark dan Estonia menekankan transparansi dan kesetaraan, di mana semua warga, termasuk pejabat publik, tunduk pada aturan yang sama. Praktik Indonesia, dengan tunjangan PPh, dianggap kurang adil karena memberikan perlakuan istimewa kepada anggota DPR, yang tidak ditemukan di negara-negara maju tersebut.
- Beban Pajak: Beban pajak secara keseluruhan (tax-to-GDP ratio) bervariasi, dengan Denmark (47%) dan Inggris (33,5%) memiliki rasio lebih tinggi dibandingkan Indonesia (sekitar 10-12% berdasarkan data IMF). Namun, perlakuan pajak bagi anggota parlemen di Indonesia menonjol sebagai anomali karena adanya kompensasi pajak, yang jarang ditemukan di negara lain.
- Sistem Pajak: Sistem residency-based (Inggris, Denmark, Singapura) atau territorial (Estonia, Singapura) lebih umum dibandingkan citizenship-based (AS). Indonesia juga menggunakan sistem residency-based, tetapi skema tunjangan PPh untuk anggota DPR adalah kebijakan spesifik yang tidak umum di negara lain. Kesimpulan
Praktik di Indonesia, di mana pajak penghasilan anggota DPR ditanggung negara melalui tunjangan, merupakan kebijakan yang tidak ditemukan di negara-negara maju seperti AS, Inggris, Denmark, Estonia, atau Singapura. Di negara-negara tersebut, anggota parlemen membayar pajak langsung dari penghasilan mereka tanpa kompensasi khusus, mencerminkan prinsip keadilan dan transparansi dalam sistem perpajakan.
Kritik terhadap sistem Indonesia, seperti yang disampaikan oleh ekonom Media Wahyudi Askar, menyoroti perlunya reformasi untuk menghapus tunjangan PPh dan mengintegrasikan gaji serta tunjangan DPR ke dalam sistem pajak yang lebih adil dan transparan, sejalan dengan praktik internasional.
0 Response to "Perbandingan pajak Anggota Parlemen Negara Lain"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak