Bagaimana Mengetahui Haid Berhenti? Beberapa Perkara di Luar Kebiasaan Haid

Bagaimana Mengetahui Haid Berhenti?

Berhentinya darah haid dapat diketahui dengan salah satu dari dua cara berikut:

Pertama: Kering dan terhentinya darah. Yaitu hendaknya seorang wanita meletakkan sesuatu pada kemaluannya berupa kapas atau kain kemudian mendapati kapas tersebut kering tidak ada cairan apa pun.

Kedua: Melihat al-qasshah al-baidha’. Yaitu cairan putih yang keluar dari rahim ketika darah haid telah berhenti. Aisyah mengatakan: “Janganlah kalian tergesa-gesasebelum melihat al-qasshah al-baidha’ (lendir putih tanda suci dari haid).”

Dengan demikian jika seorang wanita mendapati dua tanda di atas atau salah satunya, maka darah haid telah berhenti dan dirinya telah suci, wajib mandi, shalat danterkena hukum-hukum wanita yang telah suci lainnya.

Beberapa Perkara di Luar Kebiasaan Haid

Ada beberapa hal yang terjadi di luar kebiasaan haid:

1. Bertambah atau berkurangnya masa haid.

Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari, tetapi tiba-tiba haidnya berlangsung sampai tujuh hari. Atau sebaliknya, biasanya haid selama tujuh hari, tetapi tiba-tiba suci dalam masa enam hari.

Maka jika wanita mengalami ini, yaitu berganti-ganti kebiasaannya, baik bertambah atau berkurang maka hal tersebut tetap disebut sebagai haid, hingga diketahui dengan jelas bahwa dirinya mengalami istihadhah dengan keluarnya darah secara terus-menerus.

2. Maju atau mundur waktu datangnya haid.

Misalnya, seorang wanita biasanya haid pada akhir bulan lalu tiba-tiba dapat haid pada awal bulan. Atau biasanya haid pada awal bulan lalu tiba-tiba haid pada akhir bulan.

Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi kedua masalah di atas. Pendapat yang benar bahwa seorang wanita jika mendapatkan darah haid maka dia berada dalam keadaan haid dan jika tidak mendapatkannya berarti dia dalam keadaan suci, meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari kebiasaannya serta maju atau mundur dari waktu kebiasaannya. 

Karena Allah Subhanahu wata'ala berfirman;

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah:

“Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci". (QS. al-Baqarah: 222)

Allah Subhanahu wata'ala menjadikan adanya kotoran yaitu darah haid sebagai ‘illat (sebab) hukumnya. Dan hukum itu berlaku sesuai sebab, ada dan tidaknya.

Pendapat ini merupakan pendapatnya madzhab Imam asy-Syafi’i, diikuti oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Imam Ibnu Qudamah condong menguatkannya. Beliau (Ibnu Qudamah) berkata: 

“Andai adat kebiasaan menjadi dasar pertimbangan menurut yang disebutkan dalam madzhab, niscaya dijelaskan oleh Nabi kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi penjelasannya. 

Karena tidak mungkin beliau menunda-nunda penjelasan pada saat dibutuhkan. Istri-istri beliau dan kaum wanita lainnya pun membutuhkan penjelasan itu pada setiap saat, maka beliau tidak akan mengabaikan hal itu. 

Namun, ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi pernah menyebutkan tentang adat kebiasaan ini atau menjelaskannya, kecuali yang berkenaan dengan wanita yang istihadhah saja.”

Maka seorang wanita, kapan saja melihat darah haid yang terkenal dengan sifat-sifatnya maka dia wanita yang haid, sama saja dia melihatnya waktu kecil, besar di hari kebiasaannya atau bukan, melewati waktu kebiasaannya atau kurang, inilah kaidah dalam masalah haid.

3. Darah berwarna kuning atau keruh.

Apabila seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning kuningan dan kehitam-hitaman, maka bila hal ini terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci dia adalah darah haid. 

Berdasarkan haditsnya Aisyah, bahwa sekelompok kaum wanita pernah mengirimkan kepadanya sehelai kain berisi kapas (yang digunakan wanita untuk mengetahui apakah masih ada sisa noda haid) yang masih terdapat padanya darah berwarna kuning. Maka Aisyah berkata ;

“Kami tidak menganggap sesuatu apapun darah yang berwarna kuning atau keruh setelah masa suci.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar ketika mengomentari perkataan Imam al-Bukhari Bab darah berwarna kuning atau keruh di luar masa haid, beliau berkata: 

“Hal ini memberikan isyarat bahwa Imam al-Bukhari ingin memadukan antara hadits Aisyah yang menyatakan ‘jangan tergesa-gesa sebelum melihat lendir putih’ dan haditsnya Ummu Athiyyah yang disebutkan dalam bab ini. 

Bahwasanya maksud hadits Aisyah dibawa apabila melihat darah berwana kuning atau keruhnya pada masa haid, adapun jika hal itu terjadi di luar masa haid maka sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Athiyyah.

Inilah pendapat mayoritas ulama, bahkan sebagian mereka menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama).

4. Darah haid keluar secara terputus-putus.

Maksudnya, yaitu sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar, dalam hal ini tidak lepas dari dua kondisi:

Pertama: Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadhah.

Kedua: Jika kondisi ini tidak selalu terjadi pada seorang wanita, tetapi kadangkala saja datang dan dia mempunyai saat suci yang tepat. Maka para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Yaitu mereka berbeda pendapat dalam menentukan kondisi ketika tidak keluar darah, apakah hal ini merupakan masa suci atau termasuk dalam hukum haid?

Pendapat yang lebih mendekati kebenaran, bahwa jika terhentinya darah kurang dari sehari semalam maka tidak dianggap sebagai masa suci masih haid, apabila berhentinya darah lebih dari sehari semalam maka dihitung sebagai masa suci.

Imam Ibnu Qudamah v mengatakan: “Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka sepantasnya tidak dianggap sebagai keadaan suci. Sebab, dalam keadaan keluarnya darah yang terputus-putus bila diwajibkan mandi bagi wanita pada setiap terhentinya darah tentu hal itu menyulitkan, padahal Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

"Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (QS. al-Hajj: 78)

Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa ia suci.

Misalnya, berhentinya darah tersebut pada akhir masa kebiasaannya atau ia melihat lendir putih.”

5. Wanita hamil haid?

Pada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil akan berhenti haid. Imam Ahmad mengatakan:

“Kaum wanita dapat mengetahui adanya kehamilan dengan berhentinya haid.”

Apabila wanita hamil mengeluarkan darah, apakah darah tersebut dinamakan darah haid ataukah darah kotor dan penyakit? 

Para ulama berselisih pendapat akan hal ini, madzhab Hanafiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa darah yang keluar dari wanita hamil adalah darah penyakit dan kotor, bukan darah haid. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia.

Adapun madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah38 dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang diikuti oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, bahwasanya darah yang keluar dari wanita hamil adalah darah haid. Karena asal darah yang keluar dari wanita adalah haid, selama tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid.

Pendapat yang benar, kita katakan, bahwa asal kaidah secara umum wanita yang hamil tidak mengalami haid.

Akan tetapi apabila ada wanita hamil yang mengeluarkan darah, maka hendaknya dilihat darah tersebut; apabila mencocoki sifat-sifat darah haid seperti bau dan warna-

nya dan terjadinya pada masa haid seperti biasa maka itu adalah darah haid. 

Hendaknya dia meninggalkan shalat, puasa dan hukum-hukum lainnya. Akan tetapi darah haid dalam kondisi ini tidak dianggap dalam permasalahan ‘iddah wanita. 

Namun jika darah yang keluar menyelisihi sifat darah haid dan keluar bukan pada waktunya, maka itu darah kotor dan penyakit seperti istihadhah, bukan darah haid.

0 Response to "Bagaimana Mengetahui Haid Berhenti? Beberapa Perkara di Luar Kebiasaan Haid"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak