Hukum Orang Yang Bersetubuh Dengan Mayat, Binatang

NEKROFILIA

Nekrofilia adalah hubungan persetubuhan antara seseorang dengan mayat. Adapun hukuman bagi seseorang yang bersetubuh dengan mayat, para ahli fikih terbagi menjadi dua pendapat, yaitu kelompok Imam Ahmad dan kelompok ulama lainnya. 

Salah satu pendapat menyebutkan bahwa wajib dikenakan had zina. Pendapat yang sama diutarakan oleh Auza'i.

Bila seseorang melakukan perbuatan itu, berarti ia telah melakukan dosa yang amat besar. Karena itu, menyetubuhi orang yang sudah mati dikategorikan perbuatan zina.

BESTIALITAS

Bestialitas adalah hubungan persetubuhan antara manusia dengan binatang. Berikut ini adalah sejumlah pendapat tentang hukuman bagi orang yang melakukan perbuatan ini.

1. Orang itu harus dibina, bukan dihukum. Jadi, tidak ada hukuman baginya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dan Ishaq.

2. Ia harus dijatuhi hukuman seperti hukuman atas pezina. Kalau jejaka ia dipukul, kalau muhshan ia dirajam. Ini pendapat Hasan.

3. Hukumannya serupa dengan hukuman bagi pelaku liwath.

Imam Ahmad menegaskan hukuman atas orang tersebut dan ia keluar dari dua riwayat tadi tentang had-nya: apakah hukum bunuh secara mutlak atau seperti hukuman zina.

Golongan yang berpendapat bahwa hukumannya adalah hukuman mati berdalil pada riwayat Abu Daud yang bersumber dari hadis Ibnu Abbas, 

“Barangsiapa menyetubuhi binatang maka bunuhlah ia dan bunuhlah binatang itu bersamanya.” (HR. Abu Daud).

Mereka mengemukakan bahwa menyetubuhi binatang adalah perbuatan yang sama sekali tak boleh dilakukan dalam situasi apa pun. 

Hukumannya seperti hukuman bagi pelaku liwath.

Sementara itu, kelompok lain berpendapat bahwa pelaku tidak mendapat hukuman had. Mereka mengatakan, hadis itu tidak sah untuk masalah ini.

Kalau hadis itu sah, mereka tentu akan langsung mengikutinya dan tidak halal bagi mereka untuk berselisih pendapat.

Isma'il bin Sa'id Syalanji berkata, “Aku telah menanyakan kepada Imam Ahmad tentang orang yang menyetubuhi binatang. Beliau berhenti di situ dan tidak menetapkan hadis Amr bin Abi Amr.”

Ath-Thahawi berkata, “Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas itu lemah.” Lalu ia berfatwa bahwa tidak ada had atasnya. Abu Daud mengatakan bahwa pandangan ini melemahkan hadis itu.

Tak ada keraguan bahwa penolakan hukum dan fitrah terhadap perbuatan menyetubuhi binatang  lebih kuat daripada penolakan terhadap liwath.

Dua perkara tersebut tidak sama. Maka, mengacu kepada salah satu dari keduanya terhadap yang lain merupakan qiyas (analogi) yang keliru. 

Artinya, membandingkan persetubuhan dengan binatang dengan persetubuhan dengan sesama jenis adalah langkah yang tidak tepat sama sekali. Jadi, dalil itu tidak kuat untuk dijadikan hujjah, walaupun pelaksanaannya diperbolehkan.

0 Response to "Hukum Orang Yang Bersetubuh Dengan Mayat, Binatang"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak