Jangan Asal Percaya Mitos
Bagi orang tua, memiliki anak pintar dan cerdas merupakan suatu harapan. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak orang tua yang berusaha menempuh berbagai cara untuk mewujudkan harapan tersebut.
Mulai dari memberikan susu bermerek, suplemen vitamin mahal, hingga memperdengarkan musik klasik dilakuakn dengan tujuan agar anak pintar.
Apakah hal tersebut merupakan fakta atau sekedar mitos?
Orang tua lebih bijak ketika berusaha memiliki anak yang pintar. Jangan sampai kita memilih ikhtiar (usaha) yang berlebihan, apalagi jika sampai melanggar syariat.
Jangan Asal Percaya MitosBanyak sekali mitos Sekarang ini yang beredar di sekitar kita dan kebanyakan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Berikut ini beberapa mitos yang keliru namun masih banyak yang percaya :
1. Mitos : Susu formula dapat mencetak anak pintar
Saat ini, para produsen sangat gencar mempromosikan produk susu formulanya. Mulai dari memasang model iklan yang lucu dan menggemaskan hingga mengklaim bahwa produknya dapat membuat anak menjadi pintar dan berprestasi.
Gambaran anak ”ideal” ditanamkan ke benak para orang tua sehingga orang tua merasa belum memberikan yang terbaik jika belum memberikan susu dengan harga mahal pada buah hatinya.
Orang Tua cenderung lebih khawatir jika anaknya tidak mau minum susu dibanding jika anaknya tidak mau makan, karena menganggap susu sebagai minuman ”super” yang mampu mencukupi segala kebutuhan nutrisi anak.
Lebih parahnya lagi, keberadaan susu formula ini lambat laun mula menggantikan posisi ASI yang merupakan hak bagi seorang anak.
Mobilitas dan kesibukan kaum wanita yang makin tinggi membuat susu formula menjadi pilihan sebagai pengganti ASI dan aktivitas menyusui.
Faktanya, susu formula tidak akan mampu menandingi ASI meski kandungannya dibuat sedemikian rupa supaya mendekati komposisi ASI. Banyak sekali kekurangan dari susu formula jika dibandingkan dengan ASI.
Mulai dari komposisinya yang tidak mungkin setepat ASI, kemungkinan terkontaminasi, tidak ekonomis, kurang praktis dan kurang higienis. Untuk itu, sebaiknya orang tua tidak terkecoh dengan iklan susu.
Semahal apapun susu yang diberikan, jika tidak diimbangi dengan stimulasi yang memadai dari lingkungan sekitar maka tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
2. Mitos : Suplemen vitamin dapat mencerdaskan anak
Vitamin memang dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang anak. Namun demikian, tubuh juga membutuhkan zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
Mengandalkan pemberian vitamin saja bukanlah tindakan yang bijak. Bahkan, ahli gizi lebih menyarankan pemenuhan vitamin dan mineral dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari seperti sayur dan buah.
Pemberian suplemen yang berlebihan justru akan berdampak kurang baik karena menyebabkan orang tua cenderung mengandalkan suplemen dan tidak berusaha memperhatikan menu makanan yang tepat bagi putra-putrinya.
3. Mitos : Musik klasik dapat membuat anak jadi jenius
Kita tentu sudah sangat akrab dengan mitos yang satu ini. Bagi sebagian orang, musik klasik mendapat tempat yang eksklusif dibanding musik lain karena dianggap musik yang “baik” dan memiliki banyak manfaat mulai dari menenangkan, mencerdaskan, hingga dipakai untuk terapi berbagai penyakit.
Berbagai penelitian dipaparkan untuk makin memantapkan klaim bahwa musik klasik dapat mencerdaskan anak. Tidak heran jika para ibu berlomba-lomba memperdengarkan musik klasik sejak bayi masih dalam kandungan.
Setelah sekian tahun lamanya, kini mulai bermunculan bantahan terhadap musik klasik.
Beberapa orang peneliti dari University of Vienna, Austria yakni Jakob Pietschnig, Martin Voracek dan Anton K. Formann dalam riset mereka yang diberi judul “Mozart Effect” mengemukakan kesalahan besar dari hasil penelitian musik yang melegenda ini.
Pietschnig dan kawan-kawannya mengumpulkan semua pendapat dan temuan para ahli terkait dampak musik Mozart terhadap tingkat intelegensi seseorang kemudian mereka membuat riset terhadap 3000 partisipator.
Hasilnya ternyata bertolak belakang dengan apa yang sudah beredar saat ini.
Berdasarkan penelitian terhadap ribuan partisipator itu, Pietschnig dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa musik klasik tidak memberikan stimulus atau mendorong peningkatan kecerdasan spasial (daya ingat/daya pikir terhadap keruangan yang dianggap mengindikasikan kejeniusan).
Meski tanpa hasil penelitian sekalipun, kita tidak boleh ragu untuk meninggalkan musik klasik (dan juga jenis musik lainnya).
Dalam Islam sendiri, sudah dijelaskan mengenai haramnya musik, seperti apa yang dijelaskan dalam hadits shahih dari Abu Malik Al-Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh, akan ada orang-orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamakannya dengan selain namanya.
Mereka dihibur dengan musik dan alunan suara biduanita. Allah akan membenamkan mereka ke dalam bumi dan Dia akan mengubah bentuk mereka menjadi kera dan babi”.
4. Mitos : Meletakkan pensil dan buku di samping ari-ari (plasenta) bayi akan membuat anak menjadi pintar
Sebagian orang tua memperlakukan ari-ari secara berlebihan. Masyarakat di beberapa daerah tertentu merasa tidak cukup jika ari-ari sekedar dikuburkan saja, sehingga mereka juga memberikan penerangan, memagari, dan menyertakan berbagai macam barang untuk dikubur bersama ari-ari.
Ada yang menyertakan jarum dengan harapan anak memiliki pikiran yang tajam (cerdas), meletakkan pensil dan buku di samping ari-ari agar anak pintar, bahkan menyertakan kertas dengan tulisan arab dan jawa supaya anak jadi orang pintar.
Kepercayaan seperti ini sangat tidak ilmiah bahkan dapat menjerumuskan pelakunya pada kesyirikan jika disertai dengan keyakinan bahwa benda-benda tadi mampu mendatangkan manfaat bagi seseorang.
Apalagi jika disertai dengan tulisan atau bacaan yang tidak jelas karena berpotensi mengarah pada meminta kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan perbuatan syirik.
0 Response to "Jangan Asal Percaya Mitos"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak