MARIA AL QIBTIYAH

MARIA AL QIBTIYAH: Istri Jelita dari Mesir 

يا أيها النبي لم تحرم ما أحل الله لك تبتغي مرضات أزواجك والله غفور رحيم

“Hai Muhammad, mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu demi menyenangkan hati istri-istrimu? Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

(QS. At-Tahriim:1)

Ketika berbicara nama Maria Al Qibtiyah maka ingatan kita akan tertuju kepada surat At Tahrim tersebut.

***

Maria Al Qibtiyah adalah seorang wanita yang sangat cantik, molek, dan lemah lembut. Kulitnya putih, hidungnya mancung, bibirnya merah, rambutnya ikal. Kecantikannya begitu memukau siapapun yang melihatnya. Kecantikan yang diwarisi dari sang ibunda yang berdarah Romawi. 

Maria lahir di Mesir. Tepatnya di desa Hifn, kota Anshina, sebelah timur sungai Nil. Ayahnya adalah orang Mesir suku Qibti yang beragama Kristen Ortodoks. Sedangkan ibunya orang Romawi yang beragama Nasrani.

Setelah menginjak masa remaja, Maria dan adiknya yang bernama Sirin, diserahkan kepada Raja Muqauqis untuk menjadi dayang-dayang.

Pada jaman dahulu, kedudukan wanita sangatlah rendah. Wanita sangat tidak beruntung, karena dianggap lebih rendah daripada laki-laki. 

Jika cantik, maka dia akan jadi bahan rebutan laki-laki. Jika jelek maka dimanfaatkan tenaganya untuk bekerja tanpa dibayar secara layak.

Tapi jika dia menjadi orang-orang yang berada di sekitar Raja dan para pejabatnya, maka hidupnya akan lebih baik karena akan berlimpah fasilitas.

Itu sebabnya orang tua Maria lebih memilih menyerahkan anak-anak gadisnya kepada Raja, apakah menjadi selir ataupun dayang-dayang di istana. Dengan harapan kehidupan mereka lebih terjamin.

Sangatlah tidak mungkin berharap anak gadisnya menjadi Permaisuri karena tidak punya darah bangsawan. Maka, menjadi dayang-dayang Raja adalah sebuah kehormatan. 

***

SURAT UNTUK RAJA ALEXANDRIA

Pada waktu itu sudah tersebar di kalangan bangsa Mesir tentang berita kedatangan seorang Nabi di Jazirah Arab.

Saat itu menginjak tahun ke-6 Rasulullah memimpin Madinah. Sebuah negara yang mulai diperhitungkan keberadaannya oleh negara-negara di sekitarnya.

Madinah dipimpin oleh seorang Nabi, dengan pasukannya yang berani mati, dengan penduduknya yang loyal padanya, dan patuh pada perintah dari Allah.

Sebuah negara kecil yang mulai dikagumi sekaligus ditakuti. Pemimpinnya dan rakyatnya berpegang teguh pada Allah, seluruh hukum ditegakkan atas petunjuk dari langit.

Siapa yang tak gentar jika harus berhadapan dengan Madinah? Meski saat itu ada dua negara besar yang masih berkuasa. Yaitu Romawi yang beragama Nasrani dan Persia yang beragama Majusi (menyembah api).

Dalam menjalankan dakwahnya, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengirimkan surat kepada para Raja di sekitar Jazirah Arab. Mengajak mereka untuk menyembah hanya Allah semata.

Salah satunya adalah Raja Muqauqis yang beragama Kristen Ortodoks. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mengirim seorang utusan bernama Hathib bin Abi Baltha'ah menuju Alexandria untuk menyampaikan sebuah surat. Surat itu berisi ajakan kepada Raja Muqauqis untuk memeluk agama Islam.

Raja Muqauqis menyambut gembira kedatangan utusan dari Madinah. Beliau menjamu sang utusan dengan sangat baik. Namun sayang, Raja Muqauqis tidak bisa menerima ajakan Nabi Muhammad, karena suku Qibti sangat kuat dalam memegang agama leluhur.

Sebagai gantinya, Raja Muqauqis memberikan banyak hadiah kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Seribu kantung emas, 20 pakaian yang lembut dan mahal, kuda Dal Dal, seekor keledai, dan.... seorang budak laki-laki dan 2 orang wanita cantik!

Begitulah.. di jaman itu, manusia bisa menjadi barang hadiah. Jika dijadikan hadiah kepada Penguasa lain yang setara dengan Raja, itu adalah sebuah kehormatan. Lain halnya jika menjadi tawanan, maka itu adalah bencana.

***

PERJALANAN YANG MELELAHKAN

Maka kembalilah sang utusan, Hathib bin Abi Baltha'ah, ke Madinah dengan membawa banyak hadiah dari Raja Muqauqis. Termasuk dua wanita cantik, Maria dan Sirin, serta seorang budak, Maburi.

Perjalanan yang ditempuh sangatlah jauh. Dari Mesir ke Madinah sekitar 914 km, yang ditempuh dengan naik unta membutuhkan waktu sekitar 1 bulan lamanya.

Maria dan adiknya menempuh perjalanan jauh, berminggu-minggu, perjalanan yang sangat melelahkan. Terasa makin berat karena meninggalkan kampung halaman, meninggalkan orang-orang tercinta, menuju sebuah negeri yang tak dikenal, diserahkan sebagai hadiah kepada Penguasa yang juga tak mereka kenal.

Kesedihan mulai menggelayuti kakak beradik ini. Kerinduan kepada ayah bunda makin membuncah, apalagi ketika gelap mulai datang menyelimuti padang pasir sepanjang perjalanan. Tangis kesedihan mulai terdengar.

Sang utusan, Hathib, merasakan kesedihan mereka. Maka untuk menghiburnya, Hathib mulai menceritakan tentang Nabi Muhammad. Seorang manusia yang sangat mengagumkan, baik secara fisiknya, maupun akhlaknya. 

Maka meluncurlah kisah-kisah tentang Rasulullah, yang menunjukkan betapa kagumnya Hathib pada beliau.

Lalu diceritakan pula tentang Islam, agama baru yang penuh keadilan. Sebuah agama yang memuliakan wanita. Agama yang membela kaum papa. Agama yang menentramkan jiwa dan raga.

Tak lupa diceritakannya pula tentang indahnya persaudaraan antara kaum muslimin Anshor dan Muhajirin. Tentang kondisi Madinah yang meskipun panas, namun hawanya sejuk. Tanahnya subur, tanaman kurma tumbuh dengan sangat baik. Ternak berkembang biak dengan cepat. Betapa Madinah sangat diberkahi.

Maburi, budak yang turut menyertai kedua tuannya (Maria dan Sirin) mendengarkan kisah-kisah yang diceritakan sang utusan setiap malam ketika beristirahat sebelum menempuh perjalanan berikutnya.

Kisah-kisah itu membuat perjalanan tak lagI terasa berat bagi mereka. Maria, Sirin, dan Maburi mulai bisa tersenyum, karena ada harapan baru di hadapan mereka. Yaitu kehidupan yang jauh lebih baik daripada di Mesir.

***

KEJUTAN BAGI NABI

Hampir dua bulan lamanya Hathib bin Abi Baltha'ah pergi ke Mesir dan belum kembali ke Madinah. Rasulullah bertanya-tanya, bagaimana kira-kira tanggapan dari Raja Muqauqis. Dapatkah dia menerima ajakan beliau untuk masuk Islam? Ataukah justru penolakan dan balas menyerang Madinah?

Tiba-tiba di sudut jalan debu beterbangan, mengiringi langkah kaki unta. Tampak rombongan kafilah memasuki Madinah. Siapa gerangan mereka? Kafilah darimana? Begitu banyak barang dagangan yang dibawanya.

Setelah kafilah makin mendekat, tampaklah bahwa itu adalah rombongan dari Hathib bin Abi Baltha-ah. Segera Hathib mengarahkan rombongan ini menuju masjid dimana Rasulullah dan para sahabatmya berada.

Hathib pun melaporkan hasil pertemuannya dengan Raja Muqauqis. Betapa Raja sangat ramah dan menjamu tamu dengan baik. Namun, Raja tidak bisa menerima ajakan Rasulullah untuk.memeluk agama Islam karena mayoritas rakyatnya, yaitu suku Qibti, sangat berpegang teguh pada agama leluhur.

Sebagai gantinya, maka Raja memberikan begitu banyak hadiah kepada Rasulullah, uang emas dan pakaian-pakaian indah, serta seorang budak dan dua orang gadis cantik.

Akankah Rasulullah menerima hadiah tersebut? 

Rasulullah telah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya. Beliau akhirnya menerima semua hadiah pemberian Raja Muqauqis itu dan membagi-bagikan kepada yang membutuhkan. 

Tapi betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu, yaitu dua perempuan cantik, dan seorang lelaki kuat. 

Rasulullah menemui mereka dengan ramah, dengan penuh kehangatan layaknya menyambut tamu kehormatan, bukan sekedar budak.

Karena bagi Rasulullah, semua manusia sederajat. Meski di jaman itu, perbudakan masih sangat marak terjadi dan tidak bisa langsung dihapus seketika. Islam datang, menghapus perbudakan setahap demi setahap. Hingga akhirnya di jaman kita ini, sudah tidak ada lagi perbudakan.

Beliau pun menerangkan tentang agama Islam, tentang Allah satu-satunya Tuhan yang disembah. Keramahan beliau, kebaikan hati beliau, sungguh memukau ketiga insan tersebut.

Sedangkan tentang Islam, sebagian sudah mereka dengar dari Hathib, sang utusan. Kekaguman mereka makin bertambah terlebih saat bertemu Rasulullah, Nabi terakhir yang muncul di Jazirah Arab. Seketika, mereka bertiga mengucapkan syahadat dan masuk agama Islam.

Kemudian Rasulullah mengambil Maria dan Maburi untuk beliau. Beliau menawarkan kepada Maria untuk dinikahi. Betapa bahagianya hati Maria. Dinikahi oleh seorang Pemimpin Madinah, bahkan seorang Nabi! Padahal dia hanyalah seorang budak, hadiah Raja Muqauwqis. Kini dia menyandang gelar: Ummul Mukminin (ibu dari orang-orang beriman). 

Adik Maria, Sirin, diamanahkan kepada Hasan bin Tsabit, sahabat Rasulullah yang pandai bersyair. Mereka menikah dan melahirkan seorang anak bernama Abdul Rahman bin Hasan.

Pada jaman itu, menikahi seorang budak adalah hal yang tidak lazim. Dengan menikahi budak, itu seperti mengangkat derajat mereka. Dari budak menjadi istri. Itulah cara Rasulullah setahap demi setahap dalam mendidik masyarakat bahwa semua manusia mempunyai derajat yang sama.

***

KECEMBURUAN ISTRI 

Berita tentang kecantikan Maria langsung menyebar. Hingga sampailah ke para istri Rasulullah. Layaknya seorang wanita, mereka pun dibakar api cemburu. O

Rasulullah mengerti tentang hal ini. Agar mereka tidak terlalu cemburu, maka Maria dititipkan di rumah Ummu Sulaym, istri Haritsah bin Nu'man yang terletak di sebelah masjid.

Rasulullah tinggal dalam rumah bata lumpur dekat masjid, dan setiap istrinya memiliki ruang tersendiri dalam rumah bata itu, yang dibangun dalam bentuk barisan yang dekat dengan ruangannya. 

Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya teehadap Maria, 

“Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Maria karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami.”

***

DIKARUNIAI SEORANG PUTRA

Setelah sekian lama, setelah Khadijah wafat, Rasulullah belum dikarunia anak dari istri-istri beliau. Allah menghendaki Maria al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah.

Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Maria, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.

Maria hamil setelah setahun menikah dengan Rasulullah di Madinah. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat hati-hati.

Pada bulan Dzulhijjah tahun ke-8 H, Maria melahirkan seorang bayi laki-laki. Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim alaihis salam.

Lalu beliau memerdekakan Maria sepenuhnya. Makin lengkaplah kebahagiaan Maria. Dan kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.

Rasulullah mengaqiqahkan Ibrahim dengan menyembelih dua ekor domba yang besar, mencukur rambut bayi dan bersedekah kepada fakir miskin dengan harta senilai perak yang seukuran dengan timbangan rambut Ibrahim yang telah dicukur.

Ibrahim kemudian disusui oleh seorang istri tukang pandai besi yang bernama Abu Saif yang tinggal di perbukitan Madinah.

Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Mereka sangat cemburu karena Maria lah satu-satunya istri Rasulullah setelah wafatnya Khadijah, yang melahirkan anak. 

Aisyah berkata, “Aku tidak pernah cemburu, kecuali kepada Maria karena Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruniai anak seorang pun.”

***

TURUNNYA SURAT AT TAHRIM

Memang sangat manusiawi jika di antara istri Nabi terkadang ada kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dan dengan lapang dada Rasulullah mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri – istrinya. 

Kecemburuan para istri Nabi kepada Maria berlangsung cukup lama, apalagi Maria adalah satu-satunya istri yang melahirkan anak. Kecemburuan itu tidak dapat teratasi hingga turunnya surat ke-66 dalam Al-Qur'an dengan subyek Maria. Berikut ini adalah asbabun nuzul turunnya ayat tersebut.

Saat itu Hafshah melihat Maria Qibtiyah datang menemui Nabi dalam suatu urusan. Maria berada jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah Hafshah yang ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya.

Hafsah melihat tabir kamar tidurnya tertutup, sementara Rasulullah dan Maria tampak sedang berbincang disana. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak. 

Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha membujuk dan meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah mengharamkan Maria baginya kalau Maria tidak merninta maaf pada Hafshah, dan Nabi meminta agar Hafshah merahasiakan kejadian tersebut.

Kejadian itu segera menyebar sampai ke Aisyah. Padahal Rasulullah telah memerintahkan untuk menutupi rahasia tersebut. Tersebarnya berita tersebut akhirnya diketahui oleh Rasulullah. 

Allah menurunkan Surat At Tahrim ayat 1-5 sebagai antisipasi atas isu-isu yang tersebar. 

“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu karena mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu, dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah)."

"Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik, dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula."

"Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan." (QS At Tahrim 1-5)

Sebagian riwayat mengatakan bahwa setelah kejadian tersebut, Rasulullah bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan maksud memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai istrinya karena dia adalah wanita yang rajin beribadah. Rasulullah pun mempertahankan Hafshah sebagai istrinya, terlebih karena tersebut Hafshah sangat menyesali perbuatannya.

Amrah meriwayatkan bahwa Aisyah radhiyahu anha berkata, “Belum pernah aku terkagum-kagum dengan seorang perempuan kecuali Maria. Walaupun pada mulanya dia hanyalah seorang hamba sahaya perempuan, dia berparas cantik dan berambut ikal. Rasulullah pun terpukau dengan kecantikannya. Sehingga Maria ditempatkan di rumah milik Haristah ibn Al-Nu‘man, karena dia memang masih menjadi hamba sahaya kami.

Selama siang dan malam, Nabi selalu menemani Maria. Hal tersebut membuat aku merasa khawatir dan agak mengeluh. Akhirnya, beliau mengangkat status Maria menjadi lebih baik. Dengan hal itu, kami merasa lebih berat lagi (menghadapinya)."

***

KECEMBURUAN RASULULLAH 

Abdullah ibn ‘Amr menceritakan bahwa Maria Al-Qibthiyah datang ke Madinah bersama Sirin adiknya dan seorang budak laki-laki yang menyertainya datang dari Mesir. Laki-laki tersebut memeluk ajaran Islam dan dikenal sebagai seorang Muslim yang baik. 

Hanya saja, dia masih sering mengunjungi Maria ke kamarnya. Hingga suatu ketika, Rasulullah Saw masuk ke rumah Maria—saat itu dia sedang mengandung Ibrahim, lalu beliau mendapati laki-laki tersebut sedang berada di sana. 

Maka kecemburuan Rasulullah muncul seketika itu. Sehingga beliau keluar rumah dengan roman muka yang memerah.

Melihat hal tersebut, Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa roman wajahmu berubah?” 

Lalu beliau menjelaskan perihal saudara dekat Maria. 

Mendengar jawaban Rasulullah, Umar langsung menghunuskan pedangnya, dan bergegas menuju rumah Maria. Ketika didapati seorang laki-laki sedang berada di sana, Umar menarik pedangnya untuk mengancam laki-laki tersebut.

Namun, belum sampai hunusannya tertancap, laki-laki tersebut malah menyerahkan dirinya. Umar pun merasa iba, dan kembali menemui Rasulullah untuk mengabarkan hal yang telah terjadi. 

Beliau bersabda kepadanya, “Sesungguhnya Malaikat Jibril telah datang dan mewahyukan kepadaku bahwa Maria dan saudaranya telah dibersihkan oleh Allah dari prasangka burukku."

"Malaikat Jibril juga menegaskan bahwa Maria sedang mengandung seorang anak laki-laki yang mirip denganku, dan aku disuruh untuk menamainya Ibrahim. Sehingga, aku dipanggil dengan Abu Ibrahim. Seandainya bukan karena aku enggan mengganti panggilan yang sudah aku dapatkan sebelumnya (Abu Qasim), pastilah aku akan menerima panggilan yang Jibril berikan untukku.”

***

KELAHIRAN IBRAHIM PUTRA RASULULAH

Setahun setelah menikah dengan Rasulullah, Maria mengandung. Dan Maria pun melahirkan seorang bayi laki-laki.

Pada hari yang ketujuh dari tanggal kelahiran anaknya, Rasulullah menunaikan aqiqahnya dengan menyembelih dua ekor domba yang besar, mencukur rambut bayi, dan bersedekah kepada orang miskin dengan harta senilai perak yang seukuran dengan timbangan rambut Ibrahim yang telah dicukur. 

Selain itu, beliau menyuruh agar rambutnya dikubur. Inilah yang menjadi contoh sunnah aqiqah. Lalu, beliau menamai bayi tersebut dengan Ibrahim.

Ketika Sahna, seorang pembantu Rasulullah mengetahui kelahiran Ibrahim, dia langsung memberitahukan hal tersebut kepada suaminya, Abu Rafi‘. 

Setelah diberi tahu, Abu Rafi‘ datang menemui Nabi shalallahu alaihi wasallam untuk turut menyampaikan rasa gembira dan menghadiahkan seorang hamba sahaya. 

Setelah itu, beliau segera menemui Maria Al-Qibthiyah, sang istri tercinta, untuk mengucapkan selamat kepadanya. Kelahiran putranya itu telah membebaskan dirinya dari status budak.  Beliau pun memangku sang bayi, menggendongnya ke hadapan Maria, sebagai kegembiraan dan kasih sayang.

***

TUDUHAN KAUM MUNAFIK

Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Maria telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir.

Berita ini tersebar luas dan hampir-hampir dipercaya oleh kalangan sahabat. Apalagi Maburi sering terlihat bersama Maria, karena dia menjadi pelayan Maria.

Di sebuah riwayat dikisahkan bahwa Ali bin Abi Thalib begitu geram dengan hal ini. Maka Ali pun langsung menemui Maria.

Ketika dilihatnya Maria sedang bersama Maburi, maka meledaklah amarah Ali bin Abi Thalib. Dia hunuskan pedang ke arah Maburi.

Maburi ketakutan melihat pedang terhunus tepat di depan batang hidungnya. Sekali tebas habislah dia. Seketika Maburi mengangkat tangannya dengan muka kebingungan.

Sambil masih menghunus pedangnya, Ali mengatakan berita yang tersebar dan apa yang ada di pikirannya melihat Maburi bersama Maria. 

"Tunggu dulu, Tuan. Saya bisa jelaskan." Pinta Maburi.

Akhirnya Ali pun menyarungkan pedangnya. Lalu Maburi membuka bajunya. Betapa terkejutnya Ali bin Abi Thalib.

Ternyata, Maburi telah dikebiri oleh Raja Muqauqis. Maka.. gugurlah sudah tuduhan dari kaum munafikin.

Tidak mungkin Ibrahim adalah anak hasil selingkuh Maria dengan Maburi, karena dia telah dikebiri. Ali pun meninggalkan mereka dengan hati lega.

***

IBRAHIM MENINGGAL

Pada usia 19 bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Maria bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. 

Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Rasulullah bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Maria. 

Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, 

“Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”

Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”

Rasulullah sangat berduka atas wafatnya sehingga beliau menangis. Dalam sebuah hadits riwayat Syaiban, Nabi bersabda terkait meninggalnya Ibrahim: 

“Air mata mengalir, hati bersedih, tapi aku tidak akan mengatakan apapun kecuali perkataan yang diridhai Allah.”

Ibrahim dimakamkan di Baqi’, tempat pemakaman Sahabat yang berada di samping masjid Nabawi, Madinah.

Kematian Ibrahim bertepatan dengan gerhana matahari. Orang-orang lalu menghubungkan kematiannya dengan gerhana, namun Rasulullah meluruskan. 

"Gerhana bulan dan matahari tidak terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang," sabda beliau.

Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar.

Rasulullah mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di makam Baqi’.

***

TURUNNYA SURAT AL KAUTSAR

Kematian Ibrahim membawa kesedihan yang mendalam bagi kaum muslimin. Apalagi putra Rasulullah sebelumnya, Qasim, juga telah meninggal lebih dulu.

Itu sebabnya Rasulullah tidak punya anak laki-laki. Dalam tradisi Arab jahiliyah, tidak punya anak laki-laki adalah sebuah kehinaan. Karena dianggap tidak ada lagi generasi penerus. Sedangkan anak wanita tidak diinginkan kehadirannya, bahkan ada yang dibunuh sejak lahir. 

Al Abthar (orang yang terputus) adalah sebutan bagi orang yang tidak punya anak laki-laki. Rasulullah pun menjadi bahan olok-olokan bagi kaum kafir.

"Lihat itu, Muhammad al abthar. Ngga akan ada yang meneruskan keturunannya."

"Sekarang kita tidak perlu repot memerangi Muhammad, karena toh nanti kalau dia meninggal tidak akan ada yang meneruskan ajarannya."

Itulah beberapa ejekan kaum musyrikin. Betapa sedihnya hati Rasulullah mendengar hal ini. 

Maka Allah pun menghiburnya dengan turunnya surat Al Kautsar.

Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

اِنَّاۤ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ 

"Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak."

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ  

"Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."

اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

"Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

(QS. Al-Kausar 1-3)

Surat ini berisi bantahan dari Allah untuk membela sekaligus menghibur Rasulullah. Bahwa bukan Rasulullah yang terputus (al abthar), melainkan orang-orang yang membenci beliaulah yang terputus dari rahmat Allah.

***

WANITA SHOLIHAH

Maria Al-Qibtiyah adalah seorang wanita yang sholihah. Hal ini bisa kita ketahui dari kitab Al Fahrasat I:498 :

'Terdapat nama-nama kitab yang ditulis oleh sejumlah ahli hikmah yang kebenarannya telah kami teliti. Bahkan, dikuatkan juga oleh penelitian orang-orang yang tepercaya (tsiqat). Dalam kitab-kitab tersebut terdapat pembahasan yang bertajuk Kitab Maria Al-Qibthiyah Ma’a Al-Hukama hina Ijtama’u Ilahia. Artinya, Maria Al-Qibthiyah, ketika para ahli hikmah berkumpul dan berbagi ilmu dengannya.”

Diriwayatkan bahwa Maria A1-Qibthiyah merupakan wanita yang merniliki pengetahuan luas. Dia bukanlah seorang wanita hamba sahaya biasa. Dia adalah wanita hamba sahaya terpilih yang dihadiahkan oleh Raja Muqauqis kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Setelah Rasulullah wafat, Maria hidup menyendiri dan menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala.

***

WAFATNYA MARIA

Maria Al-Qibtiyah wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab. 

Khalifah Umar sendiri yang menyalati jenazah Ummul Mukminin Mariyah, dan kemudian dimakamkan di Baqi’.

Dalam hal ini, Imam A1-Waqidi meriwayatkan dari Musa ibn Muhammad ibn Ibrahim, dari ayahnya, dia berkata, “Orang yang rela memberi nafkah kepada Maria adalah Abu Bakar, hingga beliau wafat. Lalu, dilanjutkan oleh Umar, hingga Maria wafat pada masa kekhalifahan beliau.”

Lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, Maria meninggal dunia pada bulan Muharram tahun ke-16 hijriah pada zaman Khalifah Umar bin Khattab. Umar meminta para Sahabat dari kalangan Anshar dan Muhajirin untuk bersaksi di depan jenazahnya, menyolati dan mendoakannya.

Maria dimakamkan di Baqi’ di sisi putra tunggalnya Ibrahim dan bersebelahan dengan para istri Nabi yang lain.

Maria tidak pernah menikah lagi setelah kematian Muhammad pada tahun 632, dan ia meninggal lima tahun kemudian.

0 Response to "MARIA AL QIBTIYAH"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak