Kebijaksanaan Nabi Muhammad
BIJAK SAAT MENUNJUKKAN KESALAHAN ORANG LAIN
Bismillahirrahmanirrahim
Muhammad Shallallahu A'laihi Wa Sallam tidak diragukan lagi memiliki pengaruh yang luar biasa besar dalam peradaban dunia. Hari ini adalah hari setelah lebih dari 1400 tahun (14 abad)
Dimana Rasulullah pertama kali menebarkan ajaran Islam kepada umat manusia, merupakan jarak waktu yang tidak sedikit, tetapi sungguh pola pikir, ajarannya, dan prinsip hidupnya begitu sangat berpengaruh dan menggema di dunia pada zaman ini, hari ini, detik ini, dan sampai kapanpun.
Sungguh masih terasa kelembutannya, senyum tulusnya, kasih sayangnya, dan segala sepak terjang kehidupannya, bagaimana hal itu bisa terjadi?
Masyarakat jazirah Arabia yang jahiliyah, urakan, kotor, pemarah, selalu berperang karena hal-hal yang sepele, merendahkan harkat kaum perempuan, berubah menjadi khairu ummah (ummat yang terbaik) dengan keluhuran budi dan kemuliaan akhlak, berubah menjadi umat yang beriman dengan sebenar-benarnya iman, rajin berdzikir dan khusyu dalam ibadah.
Berubah menjadi umat yang saling mengisi, memaafkan dan tolong-menolong antar sesama, umat yang selalu berfikir dan berikhtiar agar hidup mereka lebih kreatif, lebih produktif dengan tidak menjadi beban orang lain tapi justru memberi sebesar-besarnya manfaat bagi lingkungan sekitarnya, bagaimana hal itu bisa terjadi? bagaimana Rasulullah bisa begitu sukses dalam proses transformasi ini?.
Seorang guru pernah berucap bahwa proses dakwah itu layaknya proses menjual dan mempromosikan barang dagangan, seorang penjual biasanya mengemas barang dagangannya sedemikian rupa sehingga dapat menarik hati para pembeli.
Berbagai upaya dilakukan, mulai dari mencari kata-kata yang eye catching, penyajian yang menarik, hingga promosi disertai bonus-bonus yang menggiurkan. Begitu pula dalam berdakwah, bagaimana seorang pendakwah juga dituntut bisa mengemas dakwah ini menjadi menarik, sehingga risalah mulia ini dapat tersampaikan dengan begitu memikat, dan umat manusia pun tertarik untuk berbondong-bondong menyambut seruan kebenaran ini.
Mereka menjadi terpaku dengan keindahannya, kedamaiannya dan kelembutannya, sehingga memilih Islam sebagai lentera dalam kehidupannya di dunia.
Dakwah adalah tindakan persuasi untuk mengajak seseorang kepada kebaikan dan kebenaran. Sebagai tindakan persuasi maka sangat diperlukan berbagai upaya untuk mengarahkan seseorang mau bertindak dalam kerangka kebenaran dan kebaikan.
Bijak dalam menyampaikan kritik dan bijak dalam menyikapi perbedaan, adalah salah satu sebab yang membuat dakwah Rasulullah begitu powerful, merupakan satu hal yang sangat penting yang menjadi kekuatan dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Bersikap bijak dalam menyampaikan kritik adalah keharusan, memilih kata yang santun dalam bertuturpun adalah kemestian. Perbedaan pendapat yang disinergikan sedemikian rupa pasti melahirkan solusi. Hal-hal inilah yang dijaga betul oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama masa perjalanan dakwahnya.
Pernahkah anda mendengar ungkapan ini: “Sahabat yang baik adalah sahabat yang berani menunjukan salahnya engkau”. Adakah yang salah dalam ungkapan ini? Ungkapan tersebut adalah ungkapan yang benar, tetapi ungkapan ini menjadi salah jika kita memahaminya dengan cara yang salah dan mengaplikasikannya tanpa ilmu.
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan manusia akan penghargaan tersebut sama pentingnya dengan kebutuhan makan dan minum, siapapun pasti tidak akan suka jika dikatakan salah, siapapun pasti tidak akan suka jika ditunjuk salahnya, siapapun pasti tidak akan suka jika dikritik.
Lalu, apakah kita harus membiarkan dan diam saja jika ada yang berbuat salah? apakah kita harus diam saja jika ada yang berbuat kemungkaran? bukankah itu merupakan bentuk ketidakpedulian kita terhadap orang lain dan lingkungan?.
Sahabat sekalian, menyampaikan kesalahan orang lain tidak boleh sembarangan dan harus dilakukan dengan hati-hati. Memberikan kritik kepada orang lain haruslah dilakukan dengan bijak dan didasari oleh kasih sayang bukan didasari oleh hawa nafsu.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan sukses dalam dakwahnya jika beliau tidak bijak dalam memberikan kritik. Percaya atau tidak, fakta menunjukkan bahwa sebagian besar kritik itu tidak memperbaiki situasi yang sudah dikritik, melainkan justru akan menimbulkan rasa benci.
Seseorang yang hobinya mengkritik tidak akan pernah disukai. Dalam melontarkan kritik biasanya kita sering lupa bahwa kita tidak selalu berhadapan dengan seseorang yang mampu menerimanya dengan lapang dada.
Rasulullah Muhammad Shallallahu a'laihi wasallam tidak akan berhasil dakwahnya jika ia “secara langsung dan seketika” menghujat dan menghakimi orang lain.
Alexander Pope berkata, “orang harus diberi pelajaran dengan cara seolah-olah anda tidak mengajarinya, dan hal-hal yang tidak diketahui oleh orang itu diajukan sebagai hal-hal yang terlupa”.
Dalam buku The Mind In the Marking, James Harvey Robinson menyatakan bahwa kita lebih senang untuk terus memegang keyakinan yang sudah terbiasa kita terima, yang menyatakan bahwa itu benar, dan kemudian rasa benci akan muncul apabila tertangkap adanya keraguan terhadap anggapan kita, ini akan membawa kita mencari setiap sikap berdalih untuk mendukung argumen kita agar kita bisa terus memegang apa yang sudah kita percayai selama ini.
Kadang-kadang kita mendapati diri kita mengubah pikiran tanpa perlawanan apapun atau emosi besar apapun, tapi jika kita diberitahu bahwa kita salah, kita akan menolak mengakui ini dan mengeraskan hati.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah serta pelajaran yang baik. Dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik..” (QS. An-Nahl [16] : 125)
Ayat ini memberikan sebuah masukan kaidah penting yang harus kita amalkan di dalam mengajak orang lain kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Karena seringkali faktor inilah yang menjadi pintu masuk bagi orang yang kita dakwahi untuk menerima kebenaran dengan segenap kerelaan dirinya, bukan karena paksaan.
Oleh karena itu kita dilarang melakukan hal kebalikan seperti perbuatan-perbuatan kasar yang justru malah dapat membuat orang antipati terhadap dakwah.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka…” (QS. Ali-Imron [3] : 159)
Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pribadi yang mampu memadukan antara ketegasan atas sebuah urusan dan kelembutan sehingga tidak membuat orang kabur karena takut. Jika ada yang berbuat salah, dengan penuh kesabaran dan ketenangan Rasulullah mampu menjelaskan bahwa apa yang dilakukan orang tersebut salah, tetapi juga tidak membuat orang itu lari dan benci karena merasa disalahkan, dipojokkan atau disudutkan.
Dengan penuh kesababaran dan ketenanganlah sikap bijak akan muncul, dan orang-orang yang memiliki pengaruh luar biasa dapat dipastikan memiliki sikap dan keterampilan ini.
Rasulullah mengajarkan kita untuk bersikap tegas yang bijaksana di dalam mengajak orang lain, bukannya sikap kasar yang berlandas pada dorongan emosi atau egoisme.
Anda dapat menemukan berbagai contoh sikap Rasulullah ini melalui hadits-hadits dan kisah perjalanan hidup beliau, seperti pada saat Rasulullah menyikapi orang badui yang ‘buang air kecil’ di dalam masjid.
Sampaikanlah pesan dengan hikmah, bukan dengan mengkritik membabi buta, pesan yang disampaikan dengan tidak mengkritik dan tidak bersifat menyerang akan memiliki kekuatan yang dahsyat merasuk ke dalam benak orang lain, sebaliknya jika pesan disampaikan dengan kritik maka akan terjadi penolakan yang rasa benci dari orang yang dikritik.
Seringkali orang berbuat salah karena ketidakpahaman dan ketidakmengertian mereka, maka mari kita coba untuk mengerti mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan dan memaafkan mereka terlebih dahulu, hal itu akan jauh lebih bermanfaat dan akan melahirkan toleransi serta kebaikan hati.
Sebagaimana dulu Rasulullah ketika dilempari batu saat berdakwah di Thaif, Rasulullah tidak pernah emosi dan bersikap egois, malah beliau mengatakan, “Sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti..”, dan ketika malaikat menawarkan untuk mengubur penduduk Thaif dengan gunung, tapi apa respon beliau..?!
Beliau menolak..!! Beliau mengatakan, “Semoga akan lahir anak keturunan mereka yang menyembah Allah…”.
Benjamin Franklin mengatakan “semua orang bodoh bisa mengkritik, mencerca, dan mengeluh – dan hampir semua orang bodoh melakukannya. Namun perlu karakter dan kontrol diri untuk mengerti dan memberi maaf”.
Ketika Rasulullah dihina, dikritik, dan dihujat oleh orang lain, ia tidak pernah membalasnya dengan hal yang sama, padahal ia adalah manusia yang paling yakin bahwa apa yang ia bawa adalah kebenaran sejati. Ia tidak membalas ucapan penghinaan kepada dirinya dengan kritikan balik, padahal ia punya sejuta argumen untuk membalas ucapan itu.
Apakah kira-kira yang akan dikatakan Rasullullah, ketika melihat para penghujatnya masa kini, yang menghina, menfitnah, dan membuat karikaturnya. Terbayang oleh saya, dia hanya akan tersenyum dan berkata
"Mereka tidak mengerti", karena Rasulullah adalah manusia yang paling pemaaf, yang paling menyerap sifat ArRahman dari Tuhannya.
Marak terjadi belakangan ini perselisihan antar umat beragama, dan ini tidak jarang terjadi karena ketidakmampuan menahan diri untuk mengkritik keyakinan pihak lain.
Mari kita telaah dan pelajari lebih dalam bagaimana sikap Rasulullah Muhammad Shallallahu a'laihi wasallam dalam menyikapi perbedaan, termasuk dalam hal yang sangat prinsip yaitu perbedaan keyakinan.
Sikap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap pihak non muslim yang merupakan pihak yang berbeda pendapat adalah sungguh sikap yang mencerminkan kecerdasan yang tinggi dari seorang Muhammad Shallallahu a'laihi wasallam, sebuah sikap yang menunjukan penghargaan, penghormatan dan toleransi.
Toleransi itu tidak berarti membenarkan, dan ketika kita menahan diri untuk mengatakan pihak lain itu salah bukan berarti kita membenarkan hal tersebut, tetapi dibutuhkan cara yang baik dan cerdas dalam mengemukakan pendapat secara tepat, akurat, tak menyakiti, dan efektif mengubah.
Sekarang ini banyak yang menganggap umat Muslim adalah umat beragama yang tidak toleran terhadap agama lain, apalagi sejak banyaknya teror yang mengatasnamakan Islam, tetapi mereka sesungguhnya tidak melihat sejarah bahwa Islam adalah agama yang paling toleran terhadap agama lain.
Ada banyak contoh yang bisa anda dapatkan tentang kejadian yang terjadi pada zaman Rasulullah yang menggambarkan betapa Beliau sangat menghormati agama lain. Jadi sikap penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda pendapat dengan kita haruslah ditumbuhkan, bukan malah sebaliknya apalagi sampai mencela agama lain.
"Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (al-An’am:108)
Rasulullah saw pernah berucap, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, "Termasuk dosa besar seorang laki-laki yang mengolok kedua orang tuanya." Kemudian sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah saw, bagaimana seorang laki-laki itu bisa mengolok kedua orang tuanya? Rasul menjawab, "Ia mengolok bapak seorang laki-laki, dan lelaki itu mengolok bapaknya, kemudian ia mengolok ibu lelaki itu, dan laki-laki itu balas mengolok ibunya."
Keterangan di atas tidak boleh ditafsirkan bahwa kita harus bermanis muka, bersikap munafik dan meninggalkan aktivitas menyeru kepada kebenaran. Namun, maksudnya adalah tidak "melecehkan" (sesembahan agama bathil) hingga menyebabkan terjadinya pelecehan dan penghinaan balik.
Manusia diberikan oleh Allah Subhanahu wata'ala kemampuan untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, manusia diberikan kemampuan akal yang dapat dioptimalkan dalam memilih kebenaran.
Tugas kita bukanlah mengkritik membabi buta pihak lain yang berbeda pendapat atau berbeda keyakinan, justru sikap penghargaan lah yang harus kita berikan kepada mereka, tugas kita adalah mengingatkan dan mengajak dengan kelemah lembutan, menunjukkan pesona Islam, menebarkan keindahan Islam, memberikan sebanyak-banyaknya manfaat, mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, memberi tahu pada dunia bahwa Islam itu indah.
Tugas mengingatkan dan mengajak itu harus dimulai dengan fokus untuk memperbaiki diri, karena ketika kita fokus terus menerus merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik dan penuh manfaat, maka disaat yang bersamaan kita telah berkontribusi merubah lingkungan menjadi lebih baik.
Jika terhadap yang berbeda keyakinan saja kita diperintahkan untuk santun dan menghargai pendapat mereka, apalagi terhadap saudara kita yang seiman. Mari kita jalankan konsep “Bersatu dalam hal-hal yang disepakati dan bertoleransi dalam hal-hal yang diperselisihkan”, apalagi jika perbedaan yang ada hanyalah perbedaan yang sifatnya kecil.
Janganlah mudah untuk mengatakan pihak lain salah, janganlah mudah untuk melontarkan kritik, atau mem-bid’ah-kan, karena bukan manfaat yang akan didapat melainkan mudharat. Sampaikanlah pendapat dengan cara terbaik, secara sangat hati-hati, santun, penuh kasih sayang tulus, dan pada waktu yang tepat.
Jadi, apakah kita sama sekali tidak boleh mengkritik?, mengkritik itu ada kalanya harus, tetapi juga harus pada waktu yang tepat, forum yang tepat, dan dilakukan dengan cara yang tepat, dengan cara yang paling baik.
Ketika sholat berjamaah, dan imam sholat salah gerakan, bagaimana kita sebagai ma’mum diajarkan untuk memberitahukan (mengkritik) imam?, yaitu dengan mengucapkan kalimat yang baik – dengan mengucapkan subhanallah, bukan mengkritik imam dengan cara menendangnya, atau berteriak dengan kalimat tidak baik. Guru saya mengatakan; ‘hati tidak akan pernah tersentuh oleh kekerasan, hati hanya akan tersentuh oleh ketulusan”
Rasulullah menyatakan ketika kita melihat kemungkaran maka kita diperintahkan untuk mengubahnya, baik dengan tangan, lisan, atau minimal dengan hati, tapi sungguh perintah Rasulullah untuk mengubah itu harus dilakukan dengan strategi yang efektif, tidak sembarang, tidak dengan emosi, hawa nafsu, dan egoisme.
Contoh, ketika ada perjudian di lingkungan Anda, lalu anda serta merta secara langsung dan spontan mengkritik para penjudi tersebut, Anda berceramah di depan mereka bahwa judi itu diharamkan Allah, atau bahkan Anda bertindak merusak tempat judi tersebut dengan niat ingin mengubah kemungkaran, apakah kira-kira yang terjadi?, apakah tindakan itu efektif mengubah?, saya yakin tidak, tidak untuk jangka panjang.
Jadi, tahan diri, pikirkan dan upayakan strateginya, kita siapkan terlebih dahulu kekuatan dan kekuasaan, sekali lagi – kekuatan dan kekuasaan, kita tebarkan keindahan Islam terlebih dahulu, sampai akhirnya tiba saat yang tepat untuk bertindak, dan tindakan itu pun harus dilakukan dengan cara terbaik, seperti cara yang dilakukan Rasulullah saat penaklukan Mekkah.
Disaat kita mendiamkan kemungkaran bukan berarti kita tidak peduli dan membenarkan mereka, tapi kita perlu menyiapkan kekuatan terlebih dahulu dan memikirkan strateginya sebelum bertindak. Mungkin, usaha kita dalam menyiapkan kekuatan – kekuasaan itu butuh waktu yang tidak sedikit dan membutuhkan kesabaran extra, tetapi Insya Allah semua usaha itu bernilai ibadah di mata Allah Subhanahu wata'ala, karena dilakukan dengan niat dakwah, ingin mengubah lingkungan menjadi lebih baik.
Lalu bagaimana jika kita dikritik?, ketika kita dikritik yang harus kita lakukan adalah diam terlebih dahulu, dengarkan dan inventarisir apa-apa yang disampaikan oleh pengkritik, jangan pernah menyerang balik dengan kritik balasan, itu adalah sebuah kesalahan. Ketika kita dikritik, janganlah bersuara, diam, rasakanlah betapa tidak enaknya dikritik betapapun sebenarnya yang disampaikan itu adalah benar. Iya kan?
Sekali lagi, jika kita dikritik yang harus kita lakukan hanyalah diam dan dengarkan, jangan pernah menyerang balik orang yang mengkritik kita dengan kritikan balasan, rasakanlah betapa tidak enaknya dikritik betapapun yang disampaikan itu adalah benar.
Setelah kita diam, yang harus kita lakukan adalah evaluasi dan koreksi diri, pelajari kritikan tersebut dan akui secara jujur sejujur-jujurnya, mana kritikan yang benar mana yang tidak, fokus terhadap diri kita, dengan begitu kritik tersebut dapat meng-up grade diri kita menjadi lebih baik, inilah yang kita tuntut terhadap diri kita, bukan tuntutan kepada orang lain.
Hikmah yang bisa kita ambil ketika kita dikritik adalah betapa tidak enaknya menerima kritik meskipun itu adalah benar dan membangun.
Jadi, hati-hatilah dalam mengkritik, harus pada waktu yang tepat, forum yang tepat, dan dilakukan dengan cara yang tepat, dengan cara yang paling baik.
Inilah satu pelajaran penting dari seorang Rasulullah Muhammad Shallallahu a'laihi wasallam jika kita ingin menjadi pribadi berpengaruh, untuk kemudian kita gunakan pengaruh tersebut dalam kebaikan dan kemanfaatan bagi sebanyak-banyaknya umat manusia.
0 Response to "Kebijaksanaan Nabi Muhammad"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak