Siklus Air
Siklus Air
Mata rantai siklus air hujan akan terputus atau tidak akan terjadi hujan bila tidak ada laut. Siklus hujan dimulai dengan adanya air laut yang menguap akibat panas sinar matahari. Uap air laut akan naik ke langit hingga ke lapisan terbawah dari atmosfer yang disebut troposfer Lapisan troposfer ini terletak pada ketinggian sekitar 13-15 km dari permukaan laut tergantung dari iklim pada kawasan itu.
Allah Subhanahu wata'ala telah memberikan kesempatan kepada uap air yang naik ke langit tersebut dengan proses pendinginan secara bertahap. Lapisan udara semakin dingin hingga mencapai -80°C.
Uap kemudian tertiup angin, mengumpul menjadi awan dan mengalami pendinginan. Awan yang berarak akan terbawa ke atas daratan hingga terhenti di atas pulau atau daratan yang mempunyai gaya gravitasi relatif lebih besar dibanding di atas lautan, atau terhalang oleh gunung yang menghalangi.
Awan yang semakin dingin dan mengembun akan semakin berat dan akhirnya akan jatuh menjadi hujan membasahi bumi. Inilah mekanisme untuk ‘mengembalikan’ uap air yang meninggalkan bumi tadi dengan membuatnya dingin, kemudian mengembun dan akibat beratnya sendiri sebagai embun akan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Tanpa lapisan Troposfer yang memiliki kekhasan sifat fisika ini, maka uap tadi akan melayang terbang dan musnah begitu saja dimangsa angkasa luar. Oleh sebab itu, salah satu segi kelebihan yang luar biasa dari planet bumi kita ini adalah siklus air ini!.
Prof. Zagloul menyebutnya: “one of the most striking features of what the sky can return to the earth.”
Sebagian air segar dari hujan yang jatuh pada tumbuhan akan melarutkan zat-zat nutrisi dan mineral yang ada dalam tanah dan selanjutnya diserap oleh akar sebagai makanan untuk pertumbuhannya. Sebagian lagi ditampung oleh manusia sebagai air minum dan sedangkan sebagian besar lainnya mengalir bebas ke sungai-sungai atau sisa air hujan tadi meresap masuk ke dalam tanah hingga mencapai batuan landas (bedrock) yang mengalirkan ke tempat yang lebih dalam dan rendah. Semua air yang jatuh di sungai di permukaan tanah ataupun di bawah tanah, pada batu landas tadi, akan mengalir kembali ke laut.
Sebelum hujan turun, sering kita saksikan berkilat-kilat petir.
Adanya petir yang menyambar-nyambar sebelum turunnya hujan bukanlah tidak mempunyai manfaat. Menurut QS Al-Ra‘d (13): 12 petir tersebut bermanfaat untuk menimbulkan ketakutan, dan yang kedua bermanfaat karena memberikan harapan kepada umat manusia:
"Dialah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung".
Untuk ketakutan sudah pasti dan tidak perlu penjelasan.
Sedangkan untuk harapan biasanya dipahami karena keberadaan petir yang menyambar merupakan pertanda akan datangnya hujan yang diharap-harapkan. Ini betul pula adanya.
Tetapi ada satu hal yang menarik. Petir yang menyambar dengan muatan listrik puluhan ribu Volt ternyata menyebabkan terbentuknya penyeimbangan berlanjutan yang sangat diperlukan oleh manusia di bumi bagi kenyamanan hidupnya.
Kita ketahui tadi bahwa hujan yang naik dan berasal dari uap air adalah air yang murni dan merupakan hasil distilasi tanpa mengandung mineral. Hujan yang murni ini merupakan pelarut universal yang akan menjadi katalisator reaksi-reaksi bahan-bahan kimia yang ada di bumi.
Petir yang menyambar menyebabkan terjadinya aliran arus konduksi ke arah awan bagian atas. seberkas petir dapat menghasilkan tegangan setinggi 100 juta Volt dan menaikkan temperatur udara di dekatnya hingga 50.000 °F.11 Pada temperatur yang sangat tinggi untuk memungkinkan terjadinya suatu reaksi elektro-kimia pada unsur-unsur yang melayang di atmosfer, seperti Nitrogen yang dominan serta Oksigen di udara. Reaksi tersebut akan menghasilkan senyawa nitrat(NO3), yang akan terbawa turun oleh hujan.
Senyawa nitrat ini sangat bermanfaat bagi tanah karena mengandung nitrogen yang diperlukan bagi kesuburan tanah.
Seperti diketahui, tanaman sangat memerlukan nitrogen, namun mempunyai kesukaran untuk mendapatkannya dari dalam tanah, sedangkan nitrogen yang bergitu banyak di udara pun juga sulit untuk ‘ditangkap oleh tanaman. Jadi proses turunnya nitrat hasil reaksi elektro-kimia yang dibawa turun oleh hujan tadi sungguh merupakan berkah dan berita gembira buat makhluk hidup.
Air hujan yang turun lokal, tampak batas antara kawasan yang menadapat hujan dan tidak menadapat hujan.
Pada beberapa kesempatan, terjadi pula petir yang menghasilkan semburan kilat berwarna merah ke arah lapisan stratosfer di atasnya yang dikenal dengan stratospheric optical flashes, atau juga populer disebut dengan red sprites
Rupanya fenomena ini mempunyai efek samping yang menghasilkan gas ozon pengganti yang rusak akibat polusi. Lapisan Ozon ini juga sangat diperlukan oleh makhluk yang hidup di muka bumi untuk melindungi dirinya dari pengaruh buruk sinar kosmis yang berasal dari angkasa luar.
Kita sering mendengar bagimana rusaknya lapisan Ozon karena berlebihnya karbonmonoksida hasil pembakaran yang tidak sempurna dari mobil dan pabrik-pabrik yang dibuat manusia.
Jadi efek ke arah atas dan ke arah bawah yang dihasilkan oleh petir inilah yang merupakan suatu proses penyeimbangan yang berterusan dan memberikan harapan yang baik bagi umat manusia.
Suatu penyeimbangan yang teratur rapi dengan takaran yang pas sebagaimana disebutkan dalam Al Mu’minun 23:18, Al Furqan 25:2 dan Al Hijr 15:19 dan seimbang seperti ditegaskan dalam Al Mulk 67:3.
Penjelasan yang diberikan oleh Prof.Zagloul sehubungan dengan siklus air sebagai karunia Allah Subhanahu wata'ala yang sangat bermanfaat bagi kita dan makhluk yang mendiami bumi ini. Beliau menyitir pendapat para ahli tafsir zaman awal perkembangan Islam, yang menafsirkan ayat 11 Surah Al-Thâriq (86)15, “Demi langit yang mempunyai kemampuan mengembalikan”, yang mana para ulama ahli tafsir menafsirkannya dengan “Demi langit yang dapat menurunkan hujan.” ’Raj’us-sama’ ditafsirkan sebagai ‘hujan’. Sesuatu yang turun dari langit memang hujan, dan ini benar adanya.
Salah satu fenomena alam yang paling penting di bumi adalah siklus air atau siklus hidrogeologi (hydrogeological cycle). Proses siklus air yang dijelaskan di atas memang menunjukkan bahwa air laut yang teruapkan tadi kemudiannya “dikembalikan” oleh langit yang mempunyai “kapasitas mengembalikan” (capacity to return).
Kita mengetahui bahwa bermiliar-miliar makhluk hidup telah mati dan terurai dalam lautan di seluruh muka bumi setiap menitnya. Tumpukan bangkai ini akan dapat menyebabkan air laut mandeg (stagnant) dan menimbulkan efek yang tidak sehat, apabila tidak ada siklus air yang berfungsi mendaur-ulang dan memurnikan kembali air laut.
Siklus air ini begitu tepat dan sangat seimbang antara proses yang terjadi di laut dan di darat. Laju penguapan air laut lebih besar daripada turunnya air hujan, tetapi sebaliknya di darat, air hujan yang turun jauh lebih banyak dari air yang diuapkan.
Dengan demikian bertambah dan berkurangnya air menjadi seimbang. Proses siklus air ini merupakan salah satu proses yang sangat penting bagi planet kita yang biru ini.
Lebih jauh lagi, Dr. Zagloul mengajak kita memikirkan ayat 12 Surah Al-Thâriq tadi, mengapa Allah SWT tidak menggunakan kalimat: “was-samaa-i-thaatil matar”, atau “Demi langit yang menurunkan-mengembalikan- hujan?.”
Dengan menunjuk langsung kata “matar” atau “hujan” di situ, namun dengan kata yang lebih luas yaitu “raj” atau “pantulan” atau “kemampuan mengembalikan.” Karena langit yang berlapis-lapis sebagaimana laut yang berlapis-lapis mempunyai sifat ‘mengembalikan’ terhadap apa yang datang dari bawahnya, yaitu uap air sebagai hujan yang sangat bermanfaat dan mengembalikan senyawa nitrat yang menyuburkan tanah, serta ‘mengembalikan’ atau memantulkan apa yang datang dari atasnya, yaitu sinar-sinar kosmis dan partikel yang berbahaya dari angkasa luar.
Oleh sebab itu langit tadi mempunyai kemampuan untuk ‘mengembalikan’ ke dua arah yaitu ke arah dalam bumi dan ke arah angkasa luar. Persis sebagaimana petir yang menyambar juga mempunyai efek ke arah bawah (bumi) dengan memicu reaksi terjadinya nitrat dan juga ke arah atas (stratosfer) yang memicu terbentuknya ozon.
Sumber Air di Bumi
Sumber: Speindel and Agnew, The World Water Budget. Inperspective on Water; Uses and Abuses, David H. Speindel dkk.,editor, New York, Oxford University Press, 1988. h. 28.Sebagai sumber air di planet bumi ini, laut sangatlah penting peranannya dalam menjaga kelangsungan hidup manusia, binatang dan tumbuhan. Tanpa air laut, maka tidak ada siklus hujan yang sangat vital bagi manusia dan makhluk hidup lain. Dengan kata lain, tanpa air di lautan dan langit yang berkapasitas ‘mengembalikan’, maka bumi akan mirip dengan Bulan, atau planet Mars yang kering kerontang tanpa air, yang tidak mendukung akan adanya kehidupan.
Jumlah air di bumi ini mempunyai kadar yang sesuai untuk hajat hidup manusia dan makhluk hidup lain. Tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit. Berapa yang yang menguap ke langit untuk di’tawarkan’ sebelum dikembalikan ke daratan, dan berapa lain yang di’tahan’ oleh gaya tarik bumi untuk tetap tinggal di laut untuk memepertahankan suhu bumi dan menghidupi ikan-ikan makanan kita.
Kesemuanya ditakar oleh Allah Subhanahu wata'ala dengan suatu ukuran yang rapi:
"Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya".(QS Al-Mu’minûn [23]: 18)
Kerapian ciptaan Allah Subhanahu wata'ala, yang teratur dengan ukuran-ukuran presisi tidak saja terhadap masalah air, tetapi juga atas segala sesuatu. Sebagaimana mungkin anda telah membaca uraian-uraian di buku lain mengenai fisika nuklir, dari Prof. Abdus Salam, kedokteran dari Dr. Maurice Bucaille, Ilmu pengetahuan dan angkasa luar dari Prof. Ahmad Baiquni, dan banyak lagi. Al-Quran menegaskan dalam Al-Furqân (25): 2 sebagai berikut:
… "dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya"
Kadar air yang begitu apik ini harus kita syukuri, karena Allah Subhanahu wata'ala pun berkuasa untuk menghilangkan air yang sangat bernilai ini dari muka bumi, sebagaimana bagian akhir Al-Mu’minûn (23): 18 di atas., Kini, para astronomer meyakini bahwa air dulu pernah ada di planet Mars yang kini telah musnah. Para kelompok ilmuwan termasuk ahli geologi dan geofisika bersama para astronomermenurut mereka telah mendaratkan robot pencari data di Planet Mars sejak 1970-an antara lain untuk meneliti keadaan bekas kutub dan bekas laut yang ada di permukaan Mars, dan apakah pernah ada makhluk hidup di sana.
Tetapi karena Allah Subhanahu wata'ala mengatur peredaran planet di tata surya ini dengan iradatNya, menjadikan suhu serta kombinasi beberapa kondisi fisik lainnya berubah, sehingga air kalaupun pernah ada, kini telah sirna dari permukaan Mars.
Kandungan Utama Air Laut
Air yang mengumpul di lautan dengan jumlahnya yang sedemikian besar mempunyai kandungan yang istimewa.Dikatakan “kompleks”, karena di dalamnya terlarut 92 jenis unsur kimia yang secara alamiah terdapat di alam.
Lemah, karena masih juga didominasi dengan air sebagai pelarutnya. Air tawar, tidak akan mengandung unsur sebanyak itu.
0 Response to "Siklus Air"
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak