Makna Kafir

Kafir 

Di penghujung tahun 2016, media sosial dihebohkan oleh cuitan seorang netizen, yang memberikan label kafir kepada 5 (lima) pahlawan non-Muslim yang gambarnya dipilih oleh Bank Indonesia (BI) untuk dimuat di dalam mata uang rupiah yang baru saja diluncurkan. 

Komentarnya ini menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Bahkan, karena merasa tersinggung dengan cuitan itu, netizen tersebut dilaporkan ke polisi oleh seseorang dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Kasus ini menarik perhatian banyak orang dan menjadi trending topic media sosial. Kisah pengkafiran paling mutakhir terjadi di bulan Maret 2018. Komisioner KPU (Komisi

Pemilihan Umum) disebut kafir oleh  sekelompok orang yang berdemo di depan kantor KPU, ketika mereka menuntut supaya Partai Bulan Bintang diloloskan menjadi peserta pemilihan umum.

Wahyu Setiawan, salah seorang komisioner KPU, mengaku heran dengan tuduhan para pendemo, karena semua komisoner KPU itu beragama Islam. Kisah pengkafiran KPU ini dituliskan di dalam situs cnnindonesia.com.

Jauh sebelum era milenial, KH. Ahmad Dahlan, salah seorang Pahlawan Nasional dan pendiri organisasi Muhammadiyah, konon di awal abad 20 juga pernah disebut kafir, gara-gara mendirikan sekolah dengan menggunakan model yang diadopsi dari Barat. 

Berbeda dengan sekolah pada saat itu yang bisanya lesehan, sekolah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan menggunakan meja dan kursi. Sistem pendidikannya memadukan pelajaran Agama Islam dan pelajaran umum seperti di sekolah-sekolah Belanda. 

Hingga kini, model pendidikan yang digagas oleh Kyai Ahmad Dahlan ini dianggap biasa dan diadopsi oleh sistem pendidikan Indonesia modern

Tiga kisah pengkafiran (takfir) itu, dan masih banyak kisah-kisah takfir lainnya, menunjukkan bagaimana sebutan “kafir” begitu mudah diucapkan dan dilabelkan secara bebas dan liar kepada siapapun. 

Fakta ini pasti membuat kita penasaran dan bertanya-tanya, apa sih sebenarnya makna kafir itu? Apakah urusan kafir dan beriman itu urusan manusia atau urusan Tuhan? Bolehkah kita menuduh kafir kepada orang lain?

Makna Kafir

Secara bahasa, kata “kafir” berasal dari “kafara-yakfuru“ sebenarnya bermakna menutupi. 

Kalau orang Arab suka mengatakan: al-lail al-kafir, itu artinya malam menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. 

Orang yang menanam benih juga disebut kafir, karena ia menutup benih di dalam tanah. 

Sementara itu, di dalam al-Qur’an sendiri, kata “kafir” dan berbagai derivasinya dapat ditemukan di dalam ayat-ayat yang tersebar di dalam beberapa surat al-Qur’an. 

Jumlahnya bisa puluhan bahkan ratusan. Nah, dari berbagai ayat yang terdapat di dalam al-Qur’an itu, kita akan menguraikan beberapa makna kata kafir secara sekilas.

Kafir lawan dari kata “iman”

Di dalam al-Qur’an Surat At-Taghabun [64] ayat 2, kata kafir disebutkan sebagai kebalikan dari kata mukmin (orang yang beriman): 

“Dialah yang menciptakan kamu, lalu di antara kamu ada yang kafir dan ada yang mukmin.“ 

Secara umum dipahami bahwa orang yang beriman itu adalah orang yang mengimani Allah Subhanahu wata'ala sebagai satu-satunya Tuhan, dan juga orang yang bersaksi bahwa Muhammad itu adalah nabi dan rasul utusan Allah. 

Mereka yang menolak dan mengingkari Allah dan Rasul-Nya dapat dikategorikan sebagai orang kafir.

Selain pengertian itu, di dalam beberapa hadis, Rasul Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kriteria tambahan tentang orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. 

Di dalam sebuah hadis qudsi misalnya, Rasul menyampaikan: “Demi Dia (Allah) yang diriku ada di tangan-Nya, kamu sekalian tidaklah masuk surga sehingga kamu beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sehingga kamu saling mencintai.

Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang kalau kamu kerjakan kamu akan saling mencintai? Sebarkan salam-perdamaian antara sesamamu!“

Di dalam kesempatan lain, Rasul juga menyatakan: ”Demi Allah orang itu tidak beriman! Demi Allah orang itu tidak beriman.” Beliau ditanya: ”Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Orang yang tetangganya tidak aman dari ucapan tak terkendalinya!” Beliau ditanya lagi:”Apa itu ucapan tak terkendalinya?” Beliau menjawab: ”Ucapannya yang jahat dan menyakitkan.”

Mengacu kepada dua hadis tersebut, kita bisa mengidentifikasi beberapa karakter positif yang harus dimiliki seorang mukmin. Pribadi yang penuh cinta dan kasih sayang, serta selalu menyebarkan perdamaian dan menjauhi permusuhan merupakan karakter orang beriman yang bisa diambil dari hadis pertama. 

Sedangkan dari hadis kedua, kita menemukan bahwa orang yang dapat menjaga lisannya, tidak suka berkata kotor, keji dan menyakitkan merupakan karakter orang-orang yang beriman.

Sebagai orang yang beriman, maka beberapa karakter yang kita identifikasi dari dua hadis tersebut haruslah kita miliki. 

Sebab, ketiadaan karakter positif itu itu akan berakibat pada munculnya sifat kekufuran. Sebab, berdasarkan surat At-Taghabun ayat 2, kata “kafir” merupakan lawan dari kata “iman”.

0 Response to "Makna Kafir"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak