Wali Nikah Dalam Pandangan Islam

Wali Nikah Dalam Pandangan Islam
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa ta'ala shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga sahabat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Pengertian Wali Nikah

Wali adalah orang yang berhak atau berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi yang diwakilinya untuk kepentingan dan atas nama yang diwakili.

Sedangkan wali dalam pernikahan adalah orang yang berhak menikahkan seorang perempuan yang diurusnya (maula) apabila ia (wali) sanggup bertindak sebagai wali. 

Dan apabila karena suatu hal ia tidak dapat bertindak sebagai wali maka hak kewaliannya berpindah kepada orang lain.

Perlu di ketahui dengan jelas bahwa sebuah pernikahan itu hanya sah bila melalui proses akad nikah. Dan yang namanya akad nikah itu hanya dilakukan oleh seorang ayah kandung dari seorang anak perempuan dengan calon menantunya. 

Akad nikah tidak pernah dilakukan oleh sepasang calon pengantin, apalagi oleh orang lain. 

Dasar Hukum

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ

“Tidak sah nikah kecuali dengan keberadaan wali.

اَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ، وَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Tidak ada akad nikah kecuali (yang dilakukan oleh) wali mursyid dan (disaksikan) oleh dua orang saksi yang adil).

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، وَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا. 

“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya bathil, pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. 

Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar, sehingga ia dihalalkan terhadap kemaluannya. Jika mereka terlunta-lunta (tidak mempunyai wali), maka penguasa adalah wali bagi siapa (wanita) yang tidak mempunyai wali.

لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا، فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِيْ تُزَوِّجُ نَفْسَهَا

“Wanita tidak boleh menikahkan wanita, dan tidak boleh pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Sebab, hanya pezinalah yang menikahkan dirinya sendiri.”

Mengapa Pernikahannya batil?

Karena akad nikah itu memang hanya dilakukan oleh dua orang laki-laki. Yang pertama adalah ayah kandung dari seorang perempuan. Yang kedua adalah calon suami. 

Bila ayah kandung itu mengucapkan kepada calon suami,"Aku nikahkan kamu dengan putriku", lalu calon suami menjawab,"Ya". 

Maka tali ikatan pernikahan otomatis sudah terbentuk, bila kejadian itu disaksikan oleh dua orang saksi yang memenuhi 6 syarat, yaitu: keduanya muslim, laki-laki, merdeka, aqil, baligh dan adil.

Siapa pun tidak pernah punya hak untuk melakukan akad yang bukan berada di dalam wewenangnya. Kalau pun dilakukan juga, maka pernikahan itu tidak sah. 

Baik secara hukum agama, apalagi hukum negara. Kalau pasangan itu nekad kawin juga bahkan melakukan hubungan suami istri, maka perbuatan itu merupakan zina yang berhak untuk dieksekusi rajam atau cambuk 100 kali plus diasingkan selama seatu tahun.

Siapapun yang mengangkat diri menjadi wali tanpa ada izin sah dari ayah kandung, lalu menikahkan pasangan, berhak masuk neraka karena telah menghalalkan perzinaan yang nyata dilarang oleh semua agama.

Apakah kedudukan ayah kandung tergantikan?

Ayah kandung tidak akan pernah tergantikan kedudukannya sebagai wali hingga kapan pun. Meski ayah tersebut tidak pernah memberi nafkah atau menghilang tak tentu rimbanya. 

Namun urusan menjadi wali tidak ditentukan oleh sebab perhatian atau perlakuannya kepada anak istrinya.

Mungkin secara perasaan boleh saja seorang ibu  tidak mau menerima kehadiran dari mantan suaminya. Hal itu sangat bisa dimaklumi. 

Akan tetapi untuk sahnya sebuah pernikahan, tidak ada jalan lain, kecuali hanya ayah kandung saja yang berhak jadi wali. 

Sebab seluruh jasad anak wanita itu tumbuh dari bibit ayah kandungnya. Hubungan anak wanita tersebut dengan ayahnya tidak bisa dinafikan atau dibatalkan. 

Bahkan secara medis, boleh dikatakan bahwa DNA yang anda miliki bersumber dari DNA ayah. Bahkan meski melakukan operasi sekalipun, tetap saja secara biologis dan secara syariah, tetap ayahnya.

Maka sepanjang hayat, Seorang anak wanita tidak akan pernah bisa menikah dengan sah kecuali hanya dengan Ayahnya yang menjadi walinya. Itulah kesimpulannya. 

Kecuali dengan beberapa hal, kewalian seorang ayah bisa gugur, yaitu antara lain:

1. Dengan Pemberian Wewenang/Hak Perwalian (Mewakilkan)

Apabila seorang ayah kandung bersedia memberikan hak perwaliannya kepada seseorang, baik orang itu masih famili atau pun sama sekali tidak ada hubungan apapun, maka orang itu secara sah boleh dan punya wewenang untuk menikahkan.

Asalkan orang tersebut memenuhi syarat sebagai wali, yaitu muslim, aqil, baligh, laki-laki, adil dan merdeka. Meski bukan famili, bukan saudara atau juga bukan keluarga.

Namun tanpa adanya penyerahan wewenang secara sah dan benar dari ayah kandung kepada orang yang ditunjuk, maka tidak ada hak sedikit pun baginya untuk menjalankan hal-hal yang di luar kewenangannya.

2. Dengan Gugurnya Syarat sebagai Wali

Bila ayah kandung tidak memenuhi syarat sebagai wali, maka hak untuk menjadi wali akan turun kepada urutan wali berikutnya, di mana daftarnya sudah baku dan tidak bisa dibuat-buat sendiri. Dan syarat sebagai wali sudah disebutkan yaitu:

  1. muslim, 
  2. laki-laki, 
  3. akil, 
  4. baligh, 
  5. merdeka dan 
  6. adil.

Adapun bila seorang ayah itu tidak pernah memberikan nafkah, perhatian, kasih sayang, waktu serta pemeliharaan, tidak pernah bisa dijadikan alasan untuk gugurnya hak perwalian yang dimilikinya.

Namun bila salah satu dari ke-enam syarat itu tidak dimilikinya, maka gugurlah haknya sebagai wali. 

Misalnya, bila sorang ayah kandung tidak beragama Islam, baik karena sejak awal memang bukan muslim atau karena murtad, maka haknya sebagai wali gugur dengan sendirinya. 

Atau misalnya dia menjadi gila dan hilang ingatan, maka syarat sebagai 'aqil (berakal) tidak terpenuhi, dengan demikian gugurlah haknya untuk menjadi wali.

3. Dengan Meninggalnya Yang Bersangkutan

Bila seorang ayah kandung yang menjadi wali meninggal dunia, otomatis dia tidak mungkin menjadi wali. 

Maka yang berhak menjadi wali adalah wali yang berada pada urutan berikutnya. Dan begitulah seterusnya.

Dalam masalah ini, bila ayah kandung mungkin tidak diketahui lagi keberadaannya, mungkin masih bisa untuk melacaknya lewat keluarganya, teman, kerabat atau orang-orang yang pernah mengenalnya. 

Bahkan kalau diperlukan bisa juga menggunakan jasa polisi untuk melacaknya. Termasuk juga menggunakaniklan di media. 

Pendeknya, upayakan dulu untuk mencarinya. Barulah bila semua upaya untuk mencari, dengan demikian anda bisa menghadap kepada hakim agama untuk minta dibuatkan fatwa yang menetapkan bahwa ayah kandung anda dianggap sudah 'meninggal' secara hukum.

Urutan Wali

Bila seorang ayah kandung gugur dari kedudukannya sebagai wali, lalu yang berhak adalah wali dalam daftar urutan berikutnya. Bila wali yang ada dalam urutan berikutnya ini ada cacatnya, maka perwalian dipegang oleh nomor urut berikunya.

Para ulama dalam mazhab As-Syafi'i telah menyusun dan menetapkan daftar urutan wali, yang tidak boleh dilangkahi. Mereka adalah

  1. Ayah kandung
  2. Kakek (ayahnya ayah kandung)
  3. Saudara laki-laki, yang seayah dan seibu. Misalnya kakak atau adik calon istri, yang penting sudah aqil baligh. Tetapi bila saudara yang satu ibu tapi lain ayah tidak bisa menjadi wali.
  4. Saudara laki-laki, yang seayah saja 
  5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah dan seibu 
  6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah saja
  7. Paman, atau saudara laki-laki ayah kandung
  8. Anak paman (sepupu)
  9. Anak laki-laki paman kandung
  10. Anak laki-laki paman seayah
Perlu untuk diketahui bahwa urutan ini tidak boleh diacak-acak, di mana paman tidak bisa langsung mengambil alih posisi sebagai wali, selama masih ada kakek, kakak, adik, keponanakan dan seterusnya. 

Wali Nikah dalam Hukum Perkawinan terbagi atas 2 (dua) macam, yaitu:

1. Wali Nikah Nasab

Wali Nikah Nasab ialah wali nikah yang hak perwaliannya didasari oleh adanya hubungan darah. Contoh wali Nikah Nasab: orang tua kandung, sepupu satu kali melalui garis ayahnya.

2. Wali Nikah Hakim

Wali Nikah Hakim adalah wali nikah yang hak perwaliannya timbul karena orang tua perempuan menolak atau tidak ada, atau karena sebab lainnya. Di Indonesia, Wali Hakim dijabat oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).

0 Response to "Wali Nikah Dalam Pandangan Islam"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak