Air Sumber Kehidupan

Air Sumber Kehidupan

Segala sesuatu yang hidup atau makhluk hidup, manusia dan binatang di muka bumi ini dijadikan oleh Allah Subhanahu wata'ala dari air, sebagaimana disuratkan dalam QS Al-Anbiyâ’ (21): 30:

"Dan apakah orang -orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"

Dalam hal memahami "dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup" (QS Al-Anbiyâ’ [21]: 30) dan "menciptakan manusia dari air" (QS Al-Furqân [25]: 54), pada kedua ayat tersebut dipakai kata "minal maa’i" meskipun terjemahan menjadi ‘daripada air’ dan yang lain dari air. 

Tidak dibedakan antara pengertian dari yang artinya (originated) from atau daripada yang artinya ‘made of’. Sehingga pengertian kita akan dua ayat ini dapat menuju kepada proses kejadian yang berasal dari air ataupun kepada esensi kejadian yang terdiri daripada air.

Beberapa penafsir cenderung kepada pemahaman proses kejadian yang berasal dari (originated from) air. Mereka merujuk kepada teori para ahli biologi yang mengatakan bahwa protoplasma merupakan "the original basis of the living matter".

Dengan penafsiran ini sebagaimana dipercayai oleh para teoris ahli biologi di abad ke-20 (abad lalu) seperti Darwin. Sayangnya pendapat tentang protoplasma  ini diterima, entah disadari atau tidak, oleh penafsir Prof. HAMKA dan juga Abdullah Yusuf Ali saat memberikan tafsiran QS Al-Anbiyâ’ (21): 30.

Apakah dengan demikian kita ini diciptakan oleh Allah Subhanahu wata'ala melalui proses yang berawal dari protoplasma yang kemudian berevolusi? Yang menjadi masalah bagi penulis adalah sampainya kepada kesimpulan bahwa "protoplasma adalah asal usul binatang dan manusia" merupakan hasil interpretasi dan teori.

“Kemajuan penyelidikan itu menemui puncak kebenarannya, yaitu hidup pertama itu dimulai dengan adanya air”

Sesungguhnya hanya berdasar suatu penjabaran, interpretasi, derivasi dan penarikan kesimpulan dari berbagai hasil penelitian.

Mengutip pendapat “teoritis” para teoris ahli biologi di atas masuk kepada pendekatan Normatif dalam menguraikan hubungan antara Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan. 

Yaitu menguraikan ayat-ayat Al-Quran dan kemudian mencari pembenarannya dengan uraian atau fakta ilmu pengetahuan.

Pendekatan Normatif ini akan semakin apologis dan lemah bila “fakta” ilmu pengetahuan yang disitir hanyalah merupakan teori yang rentan terhadap perubahan, bukan hasil temuan empiris.

Kembali kepada pendekatan Paralelistik yang di gunakan dalam memahami ayat Al-Quran dan alam semesta ini (melalui sains), maka ini lebih mengedepankan data empiris berupa catatan hasil pengamatan, hasil pengukuran, foto, dan catatan hasil pengamatan, sebagai hasil ‘pembacaan‘ terhadap ayat-ayat kauniyah yang terbentang di alam. Dan menghindari teori-teori yang masih dapat berubah dengan perubahan zaman.

Demikian pula disebutkan bahwa Allah Subhanahu wata'ala menciptakan manusia dari air. Ini salah satu dari proses yang dijelaskan dalam Al-Quran. Sepintas lalu seolah ada kontradiksi antara QS Al-Furqân (25): 54 yang menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wata'ala "menciptakan manusia dari air", sedangkan QS Al-Mu’minûn (23): 12-13, “manusia dari suatu saripati yang berasal dari tanah” dan “saripati (tanah itu) kemudian dijadikan air mani”, serta beberapa proses penciptaan lainnya.

Sesungguhnya ayat-ayat itu tidak bertentangan. Penciptaan manusia di dalam Al-Quran dapat dikelompokkan kepada 4 macam proses penciptaan. 

Pertama, penciptaan Nabi Adam (manusia pertama) dari tanah (QS Al-Rahmân [55]: 14;Al-Sajdah [32]: 7-9; Fâthir [35]: 11-12; Al-Hajj [22]: 5-6; Al- Mu’minûn [23]: 12-14; Al-Hijr [15]: 28-29);

Kedua, penciptaan Siti Hawa (perempuan pertama) dari tulang rusuk (QS Al-Nisâ’ [4]: 1); 

Ketiga, penciptaan Nabi Isa dari ovum (telur) saja (QS Âli ‘Imrân [3]: 47);

Keempat, penciptaan manusia semua (keturunan manusia) dari air mani (sperma) dan telur (ovum) (QS Al-Furqân [25]: 54; Al-Insân [76]: 2; Al-Thâriq [86]: 5-8; Al-Qiyâmah [75]: 36-39; Al-A‘râf [7]: 189-190). Perhatikan bahwa QS Al-Furqân (25): 54 ini merujuk kepada proses penciptaan keturunan manusia, dan bukan manusia pertama. 

Meskipun dari "sari pati yang berasal dari tanah" juga dapat bermakna kepada air.

"Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan) dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa".

Dalam Tafsir Al-Azhar, tentang Al-Mu’minûn (23): 12, Prof. HAMKA, menjelaskan tentang maksud “manusia dari suatu saripati yang berasal dari tanah” dengan kalimat sebagai berikut:

Apakah yang akan dibanggakan manusia di dunia ini, padahal asal kejadiannya hanya dari tanah. Dia makan dari sayur-sayuran, buah-buahan, padi, jagung dan sebagainya, dan segala makanan itu tumbuh dan mengambil sari dari tanah. 

Datang hujan menyuburkan padi, menghijaukan daun-daunan dan mekarlah bunga, bergayutlah buah. Dan jika kemarau datang layu semua.

Di dalam makanan itu ada segala macam jaringan yang ditakdirkan Tuhan atas alam. Di sana ada zat besi, zat putih telur, vitamin, kalori, hormon, dan sebagainya. 

Dengan makanan itu teraturlah jalan darahnya, dan tidak dapat hidup kalau bukan dari zat bumi tempat dia dilahirkan itu. Dalam tubuh yang sehat, mengalirlah darah, berpusat pada jantung dan dari jantung mengalirlah darah itu ke seluruh tubuh. 

Dalam darah itu terdapat zat yang akan menjadi mani. Setetes (air) mani terdapat beribu-ribu bahkan bermilliun-milliun ‘tampang’ yang akan dijadikan manusia, yang tersimpan dalam shulbi laki-laki dan taraib perempuan.

Jadi manusia yang dimaksud itu adalah kita semua, bukan Nabi Adam alaihi Sallam yang menjadi manusia pertama. Bahwa ‘manusia dari sari pati tanah’ itu dijabarkan melalui proses sejak akar tumbuhan mengisap air dan zat-zat dari dalam tanah, sehingga proses biologis di dalam tanaman dan dalam tubuh manusia.

Tentang "Allah Subhanahu wata'ala menciptakan manusia dari air", Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, yang menunjukkan pentingnya air dengan memberikan tafsir Surah Al-Furqân (25):54, sebagai air mani, menuliskan:

Setetes air mani mengandung berjuta bibit untuk dijadikan manusia. Dan manusia itu, yang berasal dari air telah memenuhi bumi ini abad demi abad. Biarpun dia raja perkasa, ataupun rakyat hina dina, adakah insan yang tidak berasal dari air?

Manusia yang asal dari air itu berkawin berketurunan, semenda menyemenda, beripar, berbesan, bermenantu, bermertua.

Setelah air mani, mencipta manusia dan manusia itu hidup.

Siapakah yang menghubungkan setetes air mani itu dengan yang dinamai hidup? Mungkinkah tercipta hidup ini daripada sesuatu yang mati? Mungkinkah ADA sesuatu daripada yang tidak ada?

Kutipan di atas jelas menunjukkan bahwa pemahaman beliau akan manusia diciptakan dari “air”, dalam Al-Furqân (25): 54 merujuk kepada “air mani” atau bentuk kejadian, bermulanya sejak awal sebelum seorang janin bayi terbentuk di dalam rahim ibu. Tidak ada kontradiksi antara QS Al-Furqân (25): 54 dan QS Al-Mu’minûn (23): 12, kedua ayat di surat yang berbeda tersebut mengadung pengertian yang sama. Perlu diperhatikan bahwa beliau tidak mencoba menafsirkan hingga kepada penciptaan manusia pertama, Nabi Adam alaihi sallam Yang menjadi penekanan beliau adalah proses kejadian manusia itu ada yang menciptakannya yaitu Allah Subhanahu wata'ala, bukan berproses sendiri secara spontan.

Dirasa kita semua dapat menerima penjelasan tentang Allah Subhanahu wata'ala "menciptakan manusia dari air" dengan tanpa kesulitan.

Namun tambahan yang menarik bagi penulis adalah, pemakaian kata "basyar" (dalam Al-Furqân [25]: 54) dan ‘insan’ (dalam AL- Mu’minûn [23]: 12) yang dalam terjemahan bahasa Indonesia selalu dipakai kata "manusia". 

Kedua ayat tidak menggunakan kata yang sama ketika menunjuk kepada manusia. Jelas terlihat di sini bahwa bahasa kita, yang bukan bahasa Arab, mempunyai kemiskinan kosakata untuk mendeskripsikan manusia.

Pengertian "basyar" sebagai manusia lebih merujuk kepada bentuk fisik, jasad manusia yang terbungkus kulit, yang terdiri dari tulang belulang, daging, darah dan sebagainya. Jika kita bisa ibaratkan dengan komputer, ia hardware tanpa software dan aliran listrik. Oleh karena itu mudah dipahami bahwa jasad manusia itu memang secara fisik dan biologis, bermula dari setetes air mani dan sebutir telur ovum.

Penggunaan kata ‘basyar’ dipakai juga oleh Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam.

Saat Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata'ala untuk menyebut, ‘mengidentifikasikan’, dirinya sendiri sebagai manusia yang mendapat wahyu sebagaimana dalam Al-Fushshilat (41): 6 dan Al-Kahfi (18): 110, yang artinya “katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia (basyar) seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.”

Maksud dari ‘hanyalah seorang manusia seperti kamu’ tentu merujuk kepada keadaan biologis atau fisik Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam sebagai manusia. Tetapi kualitas kemanusiaan beliau sebagai Rasulullah Shalallahu A'laihi Wa Sallam tentu tidak tertandingi oleh manusia manapun juga sepanjang sejarah umat manusia, karena wahyu dan penjagaan dari Allah Subhana wa Ta'ala, sebagaimana lanjutan dari kalimat dalam kedua ayat tersebut.

Dalam bahasa kita, "insan" juga diterjemahkan sebagai "manusia".

Pengertian kata "insan" sebagai manusia, lebih mempunyai makna yang utuh yaitu jasad, akal, hati, nyawa dan ruhnya.

Misalnya ketika Allah Subhanahu wata'ala menjelaskan (lihat QS. Sajadah 32: 7-9) manusia dari tanah dengan ciptaan yang sebaik-baiknya, dan keturunannya dari ‘saripati air yang hina (air mani/sperma) kemudian menyempurnakannya dengan meniupkan ruh beserta sensor intelektualnya berupa penglihatan, pendengaran dan hati. Di situ digunakan kata ‘insan’.

Dalam Surah Al-Tîn (95): 4-5, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (insan) dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, di situ digunakan juga kata ‘insan’ dalam menyebutkan manusia sebagai ciptaanNya yang sebaik-baiknya.

Tentu ini tidak semata-mata menunjuk kepada kejadian fisik, namun lebih kepada keutuhan manusia sebagai ciptaan dengan ruhnya, dengan otaknya, akalnya, moralnya, ingatannya yang mudah lupa, perasaan, dan lain sebagainya yang bersifat soft, tidak bisa diraba.

Bukankah komponen-komponen non-fisik, non-biologis inilah yang bisa menjadi ‘sebaik-baiknya’ dan bisa pula menurun ke posisi ‘yang serendah-rendahnya’?. Bukankah ada manusia yang cacat saat dilahirkan? Atau orang-orang yang dikaruniai-Nya wajah yang buruk tetapi hati dan akhlaknya mulia?. 

Namun Allah Subhanahu wata'ala engaruniakan kelebihan lain dalam hal pancainderanya yang lebih tajam dari rata-rata, atau kemampuan kinestetis bawah sadarnya yang lebih atau kelebihan dalam kemampuan berpikir.

Semuanya ditegaskan dalam Al-Tîn (95): 4 tadi sebagai sebaik-baik kejadian, biologis, fisik dan non-fisik saling melengkapi secara penuh. Tidak disebutkan bahwa setiap manusia diciptakan dengan kesempurnaan biologis dan fisik sebagai manusia.

Tetapi sebagai manusia yang utuh, kesempurnaan itu ada. Dan itulah sebabnya pula untuk menyebut derajat manusia yang berkualitas dikatakan ‘insan kamil’ yang kurang lebih bermakna manusia yang sempurna kepribadiannya, bukan keelokan tubuh dan wajahnya.

Sedangkan apabila kita pahami Al-Furqân (25): 54 bahwa ‘manusia dari air’ tidak keliru kalau ini hanya menunjuk kepada jasad manusia, keadaan fisik dan biologis bahwa manusia terdiri dari air. ‘Dari’ dalam artian ‘made of’’. Air merupakan komponen yang paling dominan di dalam badan manusia dan makhluk hidup lainnya. Bobot air di dalam tubuh manusia berkisar sekitar 60% dari bobot tubuh badan manusia.

Bila melihat komposisi unsur kimianya, peneliti lain yang mengukur kadungan Oksigen (O) dan Hidrogen (H) maka air (H2O) meliputi sekitar 74% dari seluruh unsur kimia yang membentuk badan manusia.

Jadi persentase air pada jasad seorang manusia, berkisar antara kedua persentase tadi, tergantung usia. Tubuh kasar manusia mengandungi air yang tersebar dalam darah, kelenjar, cairan tubuh, otot, rongga-rongga sel di seluruh tubuh. Masing-masing organ tubuh pun mengandung air dengan persentase yang sangat berpengaruh (lihat tabel).

Sumber: Nancy Clark’s Sports Nutrition Guidebook by Nancy Clark, MS, RD.1997

Kalau memang tubuh fisik dan jasad manusia bermuasal dari air mani, maka tidak mengherankan kalau setelah bermilyar-milyar sel yang membelah juga menjadi sekumpulan ‘air’ dalam segala rupa warna dan karakter fisika dan kimianya. Proporsi air yang mencapai 60 – 74% dalam tubuh manusia ini bukankah kurang lebih mirip dengan proporsi permukaan air laut di muka bumi ini yang 71.11%?.

Yang menarik lagi adalah bahwa komposisi air yang ada pada makhluk hidup lain misalnya dalam sebutir telur ayam adalah 74% juga, sedangkan sekerat daging sapi mengandung 70% air di dalamnya.

Bukankah ini suatu kerapian dan kesempurnaan yang luar biasa di dalam penciptaan Allah Subhanahu wata'ala? SubhanAllah Subhanahu wata'ala.

Di dalam Surah Al-Nûr (24): 45 dijelaskan pula bahwa semua jenis hewan berasal dari air sebagaimana halnya manusia.

"Dan Allah Subhanahu wata'ala telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah Subhanahu wata'ala menciptakan apa yang dikehendakiNya, sesungguhnya Allah Subhanahu wata'ala Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Namun sekali lagi, apabila kita menerima ini sebagai proses evolusi, maka itu berlandaskan teori yang rapuh, yang hingga hari ini pun masih belum selesai diperdebatkan. Sedangkang apabila kita menerima ini sebagai esensi, maka ini berlandaskan kepada kenyataan empiris bahwa sel-sel tubuh binatang dan juga manusia memang sebagian besarnya berasal daripada air yang tanpa itu tidak akan berfungsi jasad binatang dan manusia.

‘Air’ dalam hal ini memastikan posisinya sebagai substansi yang essensial bagi kelangsungan hidup segala sesuatu yang hidup.

Tidak perlu teori yang rumit dan kontroversial. Peranan air di dalam tubuh makhluk hidup relevan dengan keberadaan dan peranan air di bumi ini. Proporsi antara air dengan ‘benda padat’ di dalam tubuh makhluk hidup, jangan-jangan sepadan dengan proporsi air laut dan daratan. Air sebagai komponen yang dominan. WAllah Subhanahu wata'ala u’alam.

Menguji seberapa besar kadar air dalam tubuh manusia dapat dipakai sebagai indikator kesehatan manusia tersebut. Seperti diketahui, kandungan air mengisi sekitar 60-74% bobot tubuh manusia. 

Peralatan pencitra canggih seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging) bekerja berdasarkan variasi kandungan air pada organ tubuh manusia. Alat MRI ini berfungsi sebagai piranti untuk mendeteksi anomali yang ada di dalam tubuh seorang pasien yang diduga mengindap suatu penyakit berat, seperti kanker, kerusakan jaringan otak, pengapuran tulang belakang, dan sebagainya.

Jaringan-jaringan dan organ-organ manusia mempunyai kandungan air yang bervariasi. Organ tubuh yang sakit, mengalami anomali kandungan kadar air di dalamnya. Apakah mengalami kekeringan atau justru ‘kebanjiran’. Perubahan kandungan molekul air, yang terdiri dari atom dua Hidrogen dan satu atom Oksigen ini, akan tampak pada citra (image / ‘gambar’) yang dihasilkan piranti MRI.

MRI bekerja dengan melakukan ‘tembakan’ berupa denyutan

gelombang radio ke arah organ tubuh pasien, dan kemudian ‘menangkap’ kembali resonansi atau pantulan gelombang radio yang telah berinteraksi dengan inti-inti atom Hidrogen yang dikandung oleh kadar air di organ yang duga sakit. Hasil pantulan inilah yang direkam menjadi sebuah ‘gambar’ atau citra.

Inti-atom Hidrogen berfungsi sebagai jarum kompas super halus. Tubuh pasien mula-mula dibujurkan dalam suatu medan magnet kuat. Medan magnet tersebut akan mengakibatkan inti-inti atom Hidrogen dalam organ berbaris teratur dengan arah yang sama. Bila diberi denyut gelombang radio yang mempunyai frekuensi dan panjang gelombang yang unik, akan mengakibatkan kandungan energi inti-inti atom goyah.

Setelah itu gelombang gema akan terpancarkan pada saat inti-inti atom Hidrogen kembali pada keadaan sebelumnya yang rapi. Frekuensi spesifik gema (Larmour Frequency) dihitung berdasarkan jaringan tertentu yang sedang dicitra dan kekuatan medan magnet utama.

Perbedaan osilasi kecil yang dialami inti-inti atom Hidrogen dapat dideteksi oleh MRI. Selanjutnya data hasil resonansi diproses oleh komputer untuk menghasilkan citra 3-Dimensi yang mencerminkan struktur kimia jaringan, dan tentu saja mendeteksi variasi kandungan air dan pergerakan molekul-molekul air di organ si pasien. Hasil ini memberikan gambar sangat terperinci dengan kemampuan terlihat dari berbagai perspektif.

Menyaksikan hasil pencintraan ini bagaikan menyaksikan sebuah karakter dalam video game saja. Itulah jaringan-jaringan dan organ-organ dalam daerah tubuh yang diteliti. Air, sekali lagi telah bermanfaat bagi kita, sekaligus bisa ‘melaporkan’ lewat resonansi getaran inti atom Hidrogennya tentang kesehatan tubuh manusia. Dan MRI hanyalah bagaikan mikropon untuk ‘mewawancarai’ air, menanyakan “Apa kabarmu?.”

0 Response to "Air Sumber Kehidupan"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak