Kedudukan Mahar (Maskawin)

Kedudukan mahar dalam proses pernikahan adalah wajib, berdasarkan firman Allah Ta'ala:

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. (Qs. An-Nisa': 4)

Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata:

هذه الآية تدل على وجوب الصداق للمرأة وهو مجمع عليه ولا خلاف فيه

Ayat ini menunjukkan wajibnya memberikan mahar untuk wanita dan ini telah ijma' (konsensus) para ulama, dan tidak ada perbedaan pendapat tentang ini. (Tafsir Al Qurthubi, 5/24)

Hanya saja, walau ini wajib, tapi menurut mayoritas ulama BUKAN-lah termasuk syarat sahnya nikah dan bukan pula rukun nikah. Dengan kata lain tetap sah pernikahannya tanpa mahar, namun dia (laki-laki) meninggalkan kewajiban dan berdosa karenanya.

Tertulis dalam Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah:

والمهر ليس شرطاً في عقد الزواج ولا ركنا عند جمهور الفقهاء، وإنما هو أثر من آثاره المترتبة عليه، فإذا تم العقد بدون ذكر مهر صح باتفاق الجمهور

Mahar itu bukan bukanlah syarat dan rukun dalam pernikahan menurut mayoritas ahli fiqih. Itu hanyalah konsekuensi dari akad itu sendiri. Jika akad nikah sudah sempurna tanpa menyebut mahar, maka itu SAH menurut mayoritas ulama. (Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/64)

Begitu pula disebut dalam Al Fiqh Al Manhaji bahwa mahar adalah wajib, bukan rukun. (Al Fiqh Al Manhaji, 2/71)

Lalu bagaimana memberikan mahar secara cicil?

Mahar secara cicil dibolehkan jika pihak pria memang tidak mampu memberikan secara tunai dan kedua pihak sama-sama ridha dan sepakat, berdasarkan keumuman dalil sbb:

  فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertaqwalah kamu semampu kamu. (QS. At Taghabun: 16)

Juga hadits:

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِم

Kaum muslimin terikat oleh syarat (perjanjian) yg mereka buat. (HR. Abu Daud no. 3594. Shahih)

Hal ini juga dikatakan para imam seperti Imam Ibnu Qudamah:

يَجُوز أَنْ يَكُونَ الصَّدَاقُ مُعَجَّلًا , وَمُؤَجَّلًا , وَبَعْضُهُ مُعَجَّلًا وَبَعْضُهُ مُؤَجَّلًا ; لِأَنَّهُ عِوَضٌ فِي مُعَاوَضَةٍ , فَجَازَ ذَلِكَ فِيهِ كَالثَّمَنِ" انتهى .

Dibolehkan memberikan mahar secara tunai dan tunda (cicil), baik sebagiannya tunai, dan sebagiannya dicicil, krn hal itu sama dengan imbalan ganti rugi maka hal itu dibolehkan sebagaimana membayar harganya. (Al Mughni, 7/169)

Ada pun pemanfaatan sebagian mahar yang sudah diberikan untuk biaya resepsi, maka itu dikembalikan kepada keridhaan istri, karena mahar tersebut telah menjadi miliknya. Jika dia ridha maka tidak masalah, jika tidak, maka maharnya tetap utuh dan suami hendaknya membantu sesuai kemampuan, kepatutan, dan kebiasaan, berasal dari sumber dana yang lain.

Demikian. Wallahu A'lam

0 Response to "Kedudukan Mahar (Maskawin)"

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Berkomentar Dengan Bijak